Semarang, Sonora.ID - Baru-baru ini berhembus kabar bahwa salah satu Universitas di semarang yaitu Universitas Negeri Semarang atau Unnes ramai dengan kabar Rektor yang dilaporkan korupsi oleh mahasiswanya.
Seorang mahasiswa Fakultas Hukum Unnes Frans Joshua Napitu yang dijatuhi sanksi skorsing selama enam bulan, mematik reaksi dari beragam kalangan.
Frans saat ini juga mendapat dukungan moril dari perwakilan 17 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di berbagai daerah karena menganggap hukuman tersebut tidak tepat diberikan kepada kalangan mahasiswa.
Menurut Franscollyn Mandalika, Pendamping Bantuan Hukum dari LBH Kota Semarang, tindakan yang dilakukan oleh Dekan Fakultas Hukum telah melanggar kebebasan berpendapat di lingkungan kampus.
Baca Juga: Awas! Ini Daftar Wilayah yang Diprediksi BMKG Alami Cuaca Ekstrem Hari Ini
Sebab, menurutnya hukuman skorsing selama enam bulan berpotensi bisa diperpanjang dengan berbagai pertimbangan yang diambil oleh pihak Unnes.
"Karena hukuman disiplin dengan memulangkan Frans ke orang tuanya sama saja mengancam kegiatannya menempuh kuliah di Unnes. Jadi dengan dia diskorsing enam bulan, bisa jadi kampusnya nanti memperpanjang sampai satu tahun. Ini juga telah melanggar kebebasan berpendapat setiap warga negara Indonesia," ungkap Cornel, Rabu (18/11/2020).
Ia mengungkapkan sikap Dekan Fakultas Hukum yang menuding Frans terlibat dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak bisa dibuktikan secara gamblang dalam sidang kode etik di Unnes.
Baca Juga: Ma'ruf Amin Sebut Sebelum Diberi ke Masyarakat Vaksin Akan Lewati Uji Klinis, BPOM dan Fatwa MUI
Justru, lanjutnya pihak Unnes terkesan mengada-ada karena tudingan tersebut sudah sering dihembuskan sejak lama untuk menjerat mahasiswa yang mengkritik kebijakan rektor seperti Frans.
"Tuduhan kalau dia terlibat OPM juga sulit sekali dibuktikan sama kampus. Soalnya setelah kita telusuri, ternyata itu tuduhan yang sudah lama. Sehingga gak bisa dijadikan dasar kalau Frans telibat di OPM. Yang ada malah mengada-ada dan sengaja dibuat-buat," kata Cornel.
Saat ini ia menyebut bahwa tudingan yang dilontarkan Dekan Fakultas Hukum jadi alat untuk mengaburkan kasus pelaporan Rektor Unnes ke KPK. "Ini yang saya lihat, dari kampus ingin mengaburkan kasusnya Frans," akunya.
"Padahal yang diperjuangkan Frans selama ini karena alasan kemanusiaan, yakni penolakannya terhadap pelanggaran hak asasi manusia, rasisme, diskriminasi, eksploitasi alam secara serampangan dan kurang diperhatikan nya kesejahteraan rakyat Papua oleh negara. Sehingga apa yang diperjuangkan Frans sama sekali tidak berkaitan dengan urusan kemerdekaan rakyat Papua," tambahnya.
Baca Juga: Bukan Malas Ini Adalah 5 Alasan Mahasiswa Tidak Lulus Tepat Waktu
Karenanya, ia mengecam sikap Dekan Fakultas Hukum yang anti demokrasi dan melakukan upaya represif lantaran menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 7677/UN37.1.8/HK/2020 tentang Pengembalian Pembinaan Moral Karakter Frans Josua Napitu ke Orang Tua.
Pihaknya pun mendesak agar Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman dan Dekan Fakultas Hukum lekas mencabut surat keputusan tersebut.
Tak cuma itu, pihaknya juga mendesak penyidik KPK untuk memproses laporan yang dikirimkan oleh Frans tanggal 13 November 2020. Pasalnya, Frans telah menemukan bukti-bukti dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Rektor Unnes.
Baca Juga: Calo e-KTP Masih Marak di Makassar, Nurdin Abdullah: Saya akan Sidak!
"Itu bukan kabar isapan jempol. Melainkan sudah jadi rahasia umum di kalangan mahasiswa Unnes. Sudah setahun hingga dua tahun terakhir mereka mendengar kabar dugaan korupsi tersebut. Maka dari itu, KPK mestinya segera memprosesnya. Dan melakukan investigasi ke Unnes untuk mengungkap kasus itu," paparnya.
Sedangkan Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman menampik anggapan bahwa ada kasus dugaan korupsi di kampusnya. Menurutnya yang ada selama ini pihaknya sudah melibatkan tim kejaksaan dan tim audit BPK setiap ada proyek pembangunan gedung di kampusnya.
Ia bilang pengelolaan keuangan di Unnes mengedepankan dengan sistem IT. Maka, ia menganggap apa yang sudah dilakukan selama ini cukup transparan.
"Kita menghargai hak berpendapat mahasiswa tersebut. Tapi kan selama ini kita rutin diaudit sama BPK dan tim kejaksaan juga sering memberi pendampingan kalau ada pembangunan gedung di Unnes. Jadi saya gak tahu kasus apa yang dilaporkan sama mahasiwa tersebut. Kita yakin KPK punya integritas yang tinggi dalam menyelidiki kasus. Mereka kan punya basis datanya," ujarnya.
Baca Juga: Pengelola Wisata Ikuti Pelatihan Manajemen Homestay di Muba