Sonora.ID - Gorengan adalah salah satu camilan yang memiliki banyak penggemar. Pasalnya camilan ini selalu memiliki citarasa yang renyah, dan krispi.
Hal inilah yang membuat gorengan selalu menjadi primadona di lidah setiap penggemarnya.
Tak hanya itu bahkan rasa gurih yang berpadukan dengan renyahnya gorengan dapat memberikan "efek candu" kepada orang yang memakannya.
Bahkan dikalangan para penikmatnya memakan satu buah gorengan tak akan cukup. Gorengan di Indonesia juga kerap kali dijadikan sebagai lauk pendamping kala lapar melanda.
Baca Juga: Sering 'Bad Mood' Saat Menstruasi, Ternyata Ini 4 Alasan Pemicunya
Gorengan memang sebuah kudapan yang sangatr mudah di padupadankan dengan berbagai jenis makanan lain.
Namun tahukah Anda mengkonsumsi gorengan berlebihan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan.
Sebab didalam gorengan mengandung beberapa senyawa seperti Akrilamida, kalori yang tinggi, hingga lemak trans.
Baca Juga: Dinilai Lebih Baik Dari Jenis Garam Lain, Benarkah Garam Himalaya Baik Untuk Kesehatan?
Picu Penyakit Jantung
Konsumsi berlebihan terhadap gorengan dapat memberikan potensi besar terserang penyakit jantung, dankanker.
Sebab didalam gorengan kaya akan lemak trans. Lemak trans sendiri dapat terbentuk ketika lemak tak jenuh menjalani proses yang disebut hidrogenasi.
Produsen makanan sering menghidrogenasi lemak menggunakan tekanan tinggi dan gas hidrogen untuk meningkatkan umur simpan dan stabilitasnya.
Tetapi, hidrogenasi juga dapat terjadi saat minyak dipanaskan hingga suhu yang sangat tinggi selama memasak.
Prosesnya mengubah struktur kimiawi lemak, membuatnya sulit bagi tubuh Anda untuk rusak, yang pada akhirnya dapat menyebabkan efek kesehatan yang negatif.
Baca Juga: Jangan Makan 5 Jenis Makanan Ini Saat Menstrusi, Akibatnya Bisa Timbulkan Rasa Nyeri Berkali Lipat
Faktanya, lemak trans dikaitkan dengan peningkatan risiko banyak penyakit, termasuk penyakit jantung, kanker, diabetes, dan obesitas.
Karena makanan yang digoreng dimasak dengan minyak pada suhu yang sangat tinggi, kemungkinan besar makanan tersebut mengandung lemak trans.
Terlebih lagi, makanan yang digoreng sering kali dimasak dengan minyak sayur yang telah diproses, yang mungkin mengandung lemak trans sebelum dipanaskan.
Sebuah studi AS tentang minyak kedelai dan minyak kanola menemukan bahwa 0,6–4,2 persen dari kandungan asam lemaknya adalah lemak trans.
Saat minyak ini dipanaskan hingga suhu tinggi, seperti saat menggoreng, kandungan lemak transnya bisa meningkat.
Faktanya, satu penelitian menemukan setiap kali minyak digunakan kembali untuk menggoreng, kandungan lemak transnya meningkat.
Namun, penting untuk membedakan antara lemak trans buatan dan lemak trans yang terdapat secara alami dalam makanan seperti daging dan produk.
Lemak trans alami belum terbukti memiliki efek negatif yang sama pada kesehatan seperti yang ditemukan pada gorengan dan makanan olahan.
Baca Juga: Jangan Makan 5 Jenis Makanan Ini Saat Menstrusi, Akibatnya Bisa Timbulkan Rasa Nyeri Berkali Lipat
Diabetes
Penyakit kedua yang dapat mengincar Anda adalah diabetes.
Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya beberapa penelitingan mengenai gorengan dan hasilnya orang yang lebih sering mengkonsumsi gorengan lebih beresiko tinggi dibandingkan yang jarang makan gorengan.
Sebuah studi menemukan bahwa orang yang makan makanan cepat saji lebih dari dua kali per minggu dua kali lebih mungkin untuk mengembangkan resistensi insulin, dibandingkan dengan mereka yang makan kurang dari sekali seminggu.
Lebih lanjut, dua studi observasi besar American Journal of Clinical Nutrition menemukan hubungan yang kuat antara seberapa sering partisipan makan gorengan dan risiko diabetes tipe 2.
Mereka yang mengonsumsi 4-6 porsi gorengan per minggu 39 persen lebih mungkin mengembangkan diabetes tipe 2, dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi kurang dari satu porsi per minggu.
Demikian pula, mereka yang makan gorengan tujuh kali atau lebih per minggu memiliki kemungkinan 55 persen lebih tinggi untuk mengembangkan diabetes tipe 2, dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi kurang dari satu porsi per minggu.
Baca Juga: Bolehkah Ibu Hamil Mengkonsumsi Buah Durian, Ini Jawaban Ahli Gizi
Kegemukan
Makanan yang digoreng mengandung lebih banyak kalori daripada makanan yang tidak digoreng, jadi makan banyak dapat secara signifikan meningkatkan asupan kalori Anda.
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa lemak trans dalam makanan yang digoreng dapat memainkan peran penting dalam penambahan berat badan, karena dapat memengaruhi hormon yang mengatur nafsu makan dan penyimpanan lemak.
Jadi, masalahnya bukan hanya pada jumlah lemaknya, tapi mungkin pada jenis lemaknya juga. Faktanya, sebuah studi observasional yang meninjau pola makan 41.518 wanita selama delapan tahun menemukan bahwa peningkatan asupan lemak trans sebesar 1 persen menghasilkan kenaikan berat badan 1,2 pound (0,54 kg) pada wanita dengan berat badan normal.
Di antara wanita yang kelebihan berat badan, peningkatan 1 persen dalam asupan lemak trans menghasilkan penambahan berat badan sebesar 2,3 pon (1,04 kg) selama penelitian.
Sementara itu, peningkatan asupan lemak tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda tidak terkait dengan penambahan berat badan.
Terlepas dari apakah itu karena makanan yang digoreng tinggi kalori atau lemak trans, beberapa penelitian observasi menunjukkan hubungan positif antara asupannya dan obesitas
Baca Juga: 5 Makanan yang Mampu Mencegah Kanker hingga Penyakit Jantung
Meningkatkan Terserang Penyakit Kanker
Akrilamida adalah zat beracun yang dapat terbentuk dalam makanan selama memasak dengan suhu tinggi, seperti menggoreng, memanggang, atau memanggang.
Melansir Medical News Today, akrilamida dibentuk oleh reaksi kimia antara gula dan asam amino yang disebut asparagine.
Makanan bertepung seperti produk kentang goreng dan makanan yang dipanggang biasanya memiliki konsentrasi akrilamida yang lebih tinggi.
Penelitian pada hewan menemukan bahwa itu menimbulkan risiko beberapa jenis kanker.
Baca Juga: Jangan Makan 5 Jenis Makanan Ini Saat Menstrusi, Akibatnya Bisa Timbulkan Rasa Nyeri Berkali Lipat
Namun, sebagian besar penelitian ini menggunakan dosis akrilamida yang sangat tinggi, berkisar antara 1.000–100.000 kali lipat jumlah rata-rata yang terpapar pada manusia melalui makanan.
Sementara beberapa penelitian pada manusia telah menyelidiki asupan akrilamida, buktinya beragam.
Sebuah penelitian yang dimuat dalam International Journal of Cancer, menemukan bahwa zat acrylamide berisiko menimbulkan penyakit kanker ginjal, kanker endometrium, dan kanker ovarium.
Studi lain menunjukkan bahwa akrilamida makanan pada manusia tidak terkait dengan risiko semua jenis kanker umum.
Baca Juga: Bolehkah Ibu Hamil Mengkonsumsi Buah Durian, Ini Jawaban Ahli Gizi