Kemudian pada Desember 2001 Benny Wenda bersama dengan kelompoknya melakukan pembantaian terhadap enam warga pendatang yang bekerja di perbatasan RI-Papua Nugini.
Kemudian pada 2002 Benny Wenda ditangkap polisi lantaran dituding menghasut masyarakat dan memimpin sejumlah pertemuan gelap untuk menyerang pos-pos TNI/Polri pada Juni 2002.
Lalu, pada 29 Oktober 2002, Benny Wenda melarikan diri dari ruang tahanan dengan mencongkel jendela kamar mandi.
Benny kemudian melarikan diri ke Papua Nugini untuk berlindung hingga kemudian melanjutkan perjalanan ke Inggris.
Tak lama kemudian, pada 2003, Benny memperoleh suaka dari pemerintah Inggris dan menetap di sana bersama keluarganya.
Baca Juga: Anak Buahnya Kesulitan, Kapolri: Ada Sanksi Pidana bagi PIhak yang Halangi Proses Hukum Rizieq
Lama menetap di Inggris membuat Benny memiliki jaringan internasional yang luas. Dia bahkan pernah bertemu Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Pemerintah Vanuatu lah yang ketika itu memfasilitasi tokoh pembebasan Papua Barat itu untuk bertemu Komisi Tinggi HAM PBB.
Pertemuan terjadi di sela kunjungan kehormatan delegasi Vanuatu ke kantor KTHAM pada Jumat 25 Januari 2019.
Kehadiran Benny Wenda ternyata mengejutkan KTHAM karena pembahasannya berbeda dengan tujuan kedatangan delegasi Vanuatu ke kantor KTHAM, yakni untuk membahas pelaksanaan Universal Periodic Review (UPR) HAM Vanuatu.
Ditambah pula, Benny Wenda tidak tercatat sebagai delegasi resmi Vanuatu. Pemerintah Indonesia pun meradang dengan melayangkan protes keras terhadap Pemerintah Vanuatu.
Baca Juga: Hotman Paris Ditunjuk Sebagai Kuasa Hukum Keponakan Prabowo Soal Ekspor Benur