Sonora.ID - Benny Wenda telah mendeklarasikan bahwa dirinya adalah seorang presiden dari United Liberation Movement for West Papua. Hal ini dilakukan Benny Wenda usai dirinya menyerukan dorongan untuk kemerdekaan Papua Barat.
Menanggapi hal tersebut Menkopulhukam Mahfud MD mengaku heran lantaran saat ini Benny Wenda tengah berada di Belanda.
Menurut Mahfud klaim Benny Wenda soal kemerdekaan Papua hanya sebatas fantasi. Termasuk impian Benny Wenda untuk menjadi presiden di negara yang dirinya berusaha bangun hanyalah sebuah ilusi.
Baca Juga: Hati-hati! BMKG Rilis Peringatan Dini Cuaca Ekstrem untuk 20 Wilayah Ini
Menurut Mahfud MD syarat sebuah negara dapat berdiri sendiri yakni memiliki rakyat, punya wilayah kedaulatan, ada pemerintahnya serta mendapat pengakuan negara lain.
"Rakyatnya siapa, dia orang luar. wilayahnya Papua real kita (NKRI) yang menguasai. pemerintah, siapa yang mengakui dia pemerintah. Orang Papua sendiri tidak mengakuinya," ujar Mahfud saat jumpa pers di Kemenkopolhukam, Kamis (3/12/2020).
Lebih lanjut Mahfud menyatakan masyarakat tidak perlu takut dengan klaim sepihak Benny Wenda soal kemerdekaan Papua.
Baca Juga: Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah Positif Covid-19, Begini Kondisinya
Mahfud MD menegaskan hingga saat ini Papua tetap menjadi bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ia memastikan pemerintah akan tetap melakukan penegakan hukum terkait tindakan makar yang dilakukan Benny Wenda.
"Oleh sebab itu rakyat tidak perlu terlalu takut, apalagi deklarisai kemerdekaannya hanya lewat Twitter. Kenapa kita ribut dengan orang di Twitter. Tetapi tetap ada penegakan hukum, karena pengaruhnya orang-orang yang di sana, merasa terpengaruh dan kita ada penegakan hukum," ujar Mahfud.
Baca Juga: Rekor! Penambahan Positif Covid-19 di Indonesia Mencapai 8.368 Sehari
Untuk diketahui, Benny Wenda adalah salah satu putra yang lahir ditanah Papua pada 17 Agustus 1974.
Benny Wenda memiliki rekam jejak yang sangat aktif di Organisasi Papua Merdeka (OPM) bersama dengan sang kk Matias Wenda.
Pada tahun 2001, Benny juga diduga terlibat dalam aksi penyerangan Polres Abepura.
Bekerja sama dengan sang kakak, Benny turut mengerahkan sekitar 500 warga Jayawijaya ke perbatasan Jayapura-Papua Nugini dengan alasan keamanan di Jayapura tidak terjamin.
Baca Juga: Tok! PBB Resmi Hapus Tanaman Ganja dari Daftar Obat Berbahaya
Kemudian pada Desember 2001 Benny Wenda bersama dengan kelompoknya melakukan pembantaian terhadap enam warga pendatang yang bekerja di perbatasan RI-Papua Nugini.
Kemudian pada 2002 Benny Wenda ditangkap polisi lantaran dituding menghasut masyarakat dan memimpin sejumlah pertemuan gelap untuk menyerang pos-pos TNI/Polri pada Juni 2002.
Lalu, pada 29 Oktober 2002, Benny Wenda melarikan diri dari ruang tahanan dengan mencongkel jendela kamar mandi.
Benny kemudian melarikan diri ke Papua Nugini untuk berlindung hingga kemudian melanjutkan perjalanan ke Inggris.
Tak lama kemudian, pada 2003, Benny memperoleh suaka dari pemerintah Inggris dan menetap di sana bersama keluarganya.
Baca Juga: Anak Buahnya Kesulitan, Kapolri: Ada Sanksi Pidana bagi PIhak yang Halangi Proses Hukum Rizieq
Lama menetap di Inggris membuat Benny memiliki jaringan internasional yang luas. Dia bahkan pernah bertemu Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Pemerintah Vanuatu lah yang ketika itu memfasilitasi tokoh pembebasan Papua Barat itu untuk bertemu Komisi Tinggi HAM PBB.
Pertemuan terjadi di sela kunjungan kehormatan delegasi Vanuatu ke kantor KTHAM pada Jumat 25 Januari 2019.
Kehadiran Benny Wenda ternyata mengejutkan KTHAM karena pembahasannya berbeda dengan tujuan kedatangan delegasi Vanuatu ke kantor KTHAM, yakni untuk membahas pelaksanaan Universal Periodic Review (UPR) HAM Vanuatu.
Ditambah pula, Benny Wenda tidak tercatat sebagai delegasi resmi Vanuatu. Pemerintah Indonesia pun meradang dengan melayangkan protes keras terhadap Pemerintah Vanuatu.
Baca Juga: Hotman Paris Ditunjuk Sebagai Kuasa Hukum Keponakan Prabowo Soal Ekspor Benur