SONORA.ID - Situasi dunia saat ini berada dalam fase ketidakpastian dan menghadapi berbagai masalah yang kompleks. Istilah populer yang sering digunakan untuk menggambarkan situasi ini adalah VUCA, yang memiliki makna Volality (kecepatan perubahan), Uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kompleksitas), dan Ambiguity (ketidakjelasan akan realitas).
Terminologi VUCA biasanya digunakan pada bidang manajerial dan dunia bisnis secara global. Namun begitu, VUCA sangat relevan untuk mengambarkan kondisi umum bidang perpustakaan.
Hal itu menjadi topik diskusi antara Komisi X DPR RI dan Perpusnas mengenai pentingnya layanan perpustakaan mengikuti ekosistem VOCA dilaksanakan dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) dengan tema “Tren Perubahan Layanan Perpustakaan Perguruan Tinggi Menghadapi Ekosistem VUCA”, pada Kamis (10/12/2020).
Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional RI Woro Titi Haryanti menyatakan kunci adaptasi perpustakaan terhadap ekosistem VUCA ada di tangan pustakawan dan tenaga perpustakaan.
"Pustakawan harus memiliki kemampuan untuk terus menerus belajar, beradaptasi terhadap ketidakpastian melalui inovasi, berpikir secara strategis, dan mendorong eksekusi strategi tersebut,” ujar Woro.
Pandemi Covid-19 merupakan salah satu situasi di mana pustakawan harus cepat beradaptasi untuk mengatasinya.
“Pendekatan self-service model dengan menghadirkan layanan pick up yang memungkinkan pemustaka untuk dapat secara mandiri mengambil koleksi yang dibutuhkan dan mengembalikannya melalui layanan book drop merupakan salah satu contoh adaptasi pustakawan dalam menghadapi perubahan yang cepat,” tegasnya.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, yang menilai kompetensi pustakawan sangat penting untuk memastikan bahwa pustakawan menjadi tenaga profesional di bidangnya.
“Tidak ada lagi nanti istilah pustakawan PNS dan Non PNS. Sebagai sebuah profesi, sudah seyogyanya tunjangan profesi pustakawan sama baik PNS maupun non PNS,” ujarnya.
Ferdy menambahkan, dalam konteks kompetensi, sebaiknya pustakawan disamakan dengan Undang-Undang Guru dan Dosen.
“Pustakawan harus memiliki kompetensi pedagogi dan andragogi, kompetensi profesional, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial,” ujar legislator dari Fraksi Partai Golongan Karya ini.
Sementara itu, Abdul Rahman Saleh, Pustakawan Utama dari Institut Pertanian Bogor mengatakan bahwa ekosistem VUCA dipengaruhi oleh revolusi industri. Memasuki revolusi industri 4.0, perubahan teknologi yang cepat mempengaruhi perilaku pengguna layanan perpustakaan.
"Industri 4.0 dengan teknologi big data and cloud coumputing, internet, artificial intellegent, Cyber Phisycal System, dan Cognitive Computing kemudian mempengaruhi kehidupan manusia dan menghasilkan ekosistem VUCA," kata Saleh.
Oleh karena itu ekosistem VUCA harus diadaptasi oleh perpustakaan agar layanannya selalu relevan dengan pengguna. Abdul Rahman menyebut, aplikasi perpustakaan digital yang dimiliki Perpusnas, iPusnas, merupakan contoh bagaimana perpustakaan dapat berkembang mengikuti perubahan yang cepat dan penuh ketidakpastian.
“Dulu tidak pernah terbayang oleh saya ada perpustakaan digital yang membuat orang dapat meminjam dan membaca buku dari mana saja seperti iPusnas. Kita dapat membaca buku dengan jumlah halaman ratusan dan ukuran file yang besar dari gawai kita,” tambahnya.
Ekosistem VUCA harus dilihat sebagai potensi terhadap pengembangan perpustakaan dan profesi pustakawan, ketimbang dilihat sebagai sebuah ancaman.
“Banyak pekerjaan lama yang terancam hilang karena digantikan mesin, robot, dan komputer. Sementara banyak juga pekerjaan baru yang akan muncul. Pekerjaan yang tidak akan terpengaruh adalah pekerjaan yang bersifat personal dan memerlukan pemikiran,” tambahnya.
Abdul Rahman menambahkan, pustakawan saat ini harus memiliki kompetensi penguasaan TIK, kemampuan riset, kemampuan komunikasi, mengajar, menulis, mengemas informasi, manajemen informasi, dan telaah sistem kepustakawanan.