Sementara faktor yang terakhir menurutnya, adalah wilayah resapan air yang habis akibat dampak pembangunan.
Ia mencontohkan, di ruas Jalan A. Yani, yang pada puluhan tahun lalu, di kiri kanan jalan sungainya sangat membantu untuk sirkulasi udara buangan. Namun sekarang semuanya tertutup bangunan.
"Dari tiga poin itu, seharusnya faktor penyebab adanya genangan bisa teratasi dengan pembenahan yang strategis," tambahnya lagi.
Baca Juga: Antisipasi Banjir, 6 Titik Sungai di Denpasar Dibersihkan, Hasilkan 129 Meter Kubik Sampah
Subhan juga mengkritik Pemko Banjarmasin, yang sejak dulu hanya berkutat pada perbaikan drainase. Padahal drainase sangat bergantung pada aliran sungai atau daerah-daerah resapan.
Bukan tanpa alasan, jika sungai dan resapan udara tidak dibenahi di permukaan sungai yang lebih tinggi, maka justru drainase yang berada di bawah permukaan air ketika pasang.
Tebukti, dalam sekali menurutnya, sudah berkali-kali drainase selalu dibenahi. Namun hal itu Ia anggap sama dengan pembenahan yang dilakukan tidak memiliki arah yang jelas, atau malah menjadi mubazir.
Baca Juga: Stok Berlimpah, Harga Kedelai di Banjarmasin Terpantau Masih Tinggi
"Bila mana salah arah itu terus dibiarkan alias tak ada pembenahan, maka genangan akan terus ada. Drainase pun hanya jadi rumah air," prediksinya.
Lantas, bagaimana seharusnya Pemko bertanya?
Menurut Subhan, Pemko harus punya rencana penanganan yang berkesinambungan.
Kendati Ia tak menampik, bahwa masalah genangan ini tak bisa berlebih dengan waktu singkat. Namun bukan berarti tidak bisa mendukung.
"Kelemahan Pemko, tidak memiliki rencana strategis yang berkelanjutan. Tidak bisa bicara hanya berbicara tentang drainase saja. Sementara itu kajian secara komprehensif untuk menanganinya tidak ada," tekannya.
Baca Juga: Ibnu Sina Divaksin Besok, Tim Pakar Covid-19: Jangan Euforia