Banjarmasin, Sonora.ID - Sudah menjadi masalah tahunan, genangan selalu merendam hampir seluruh kawasan di kota Banjarmasin. Genangan kerap terjadi saat puncak musim hujan, yang dibarengi dengan pasang air sungai.
Drainase yang diandalkan pun seakan tampak tak mampu menyediakan banyak, yang dibuktikan dengan banyak permukiman warga terdampak luapan udara. Terlebih warga yang berada di pinggir sungai.
"Mulai sore hari biasanya udara sudah naik. Sampai malam puncaknya tinggi," ucap Sari, Warga Kelayan B, Banjarmasin Selatan, Selasa (12/01) malam.
Baca Juga: Pembangunan Embung di Hulu Sungai Tengah Didukung DPRD Kalsel
Ruas jalan pun tergenang, yang tingginya bisa melebihi mata kaki orang dewasa. Bahkan tak ayal, momen itu memanfaatkan sejumlah bocah bermain.
Tentunya kondisi itu tidak hanya tampak di kawasan Kelayan B saja, melainkan juga di beberapa daerah lain. Contohnya di perempatan Jalan Lambung Mangkurat dan sejumlah titik di Jalan Hasan Basri serta Jalan Kuripan.
Masalah yang sudah bertahun-tahun ini pun menarik perhatian Pengamat Tata Kota, Subhan Syarif.
Baca Juga: Kalsel Darurat Banjir, Paman Birin Minta Ini Pada Jajarannya
"Persoalan genangan itu selalu terulang, bahkan setiap tahun, ketika musim hujan selalu terjadi," bebernya saat dikonfirmasi Smart FM, Rabu (13/01) pagi.
Penilaian, berdasarkan pengamatannya sejak lama, ketidaktepatan dalam membuat rencana penanganan yang dilakukan Pemko. The, the it is worthnya rutinitas yang warga Kota Banjarmasin.
Dalam hemat Subhan, ada tiga masalah yang harus diperhatikan Pemko, terkait kejadian luapan air itu.
Baca Juga: Kabupaten Banjar Terendam Banjir, Jihan Minta Waduk Segera Dibangun
Pertama, karena faktor alam berupa piutang global, yang membuat permukaan air laut yang meninggi. Hingga berdampak ke air sungai, yang juga menjadi semakin meningkat ketinggiannya.
Kedua, karena memang kondisi sungai besar maupun yang kecil di Kota Banjarmasin sudah banyak yang menyempit, bahkan mati. Endapan lumpur yang semakin tinggi, hingga membuat pendangkalan juga meningkat.
"Daya tampung berkurang. Bila dahulu sungai-sungai mampu mengisi 30 kubik, kisaran sekarang berada di sekitar 15 sampai 20 kubik saja," ungkapnya.
Baca Juga: Lima Daerah di Kalsel Terendam, Kabupaten Banjar & Tanah Laut Terparah
Sementara faktor yang terakhir menurutnya, adalah wilayah resapan air yang habis akibat dampak pembangunan.
Ia mencontohkan, di ruas Jalan A. Yani, yang pada puluhan tahun lalu, di kiri kanan jalan sungainya sangat membantu untuk sirkulasi udara buangan. Namun sekarang semuanya tertutup bangunan.
"Dari tiga poin itu, seharusnya faktor penyebab adanya genangan bisa teratasi dengan pembenahan yang strategis," tambahnya lagi.
Baca Juga: Antisipasi Banjir, 6 Titik Sungai di Denpasar Dibersihkan, Hasilkan 129 Meter Kubik Sampah
Subhan juga mengkritik Pemko Banjarmasin, yang sejak dulu hanya berkutat pada perbaikan drainase. Padahal drainase sangat bergantung pada aliran sungai atau daerah-daerah resapan.
Bukan tanpa alasan, jika sungai dan resapan udara tidak dibenahi di permukaan sungai yang lebih tinggi, maka justru drainase yang berada di bawah permukaan air ketika pasang.
Tebukti, dalam sekali menurutnya, sudah berkali-kali drainase selalu dibenahi. Namun hal itu Ia anggap sama dengan pembenahan yang dilakukan tidak memiliki arah yang jelas, atau malah menjadi mubazir.
Baca Juga: Stok Berlimpah, Harga Kedelai di Banjarmasin Terpantau Masih Tinggi
"Bila mana salah arah itu terus dibiarkan alias tak ada pembenahan, maka genangan akan terus ada. Drainase pun hanya jadi rumah air," prediksinya.
Lantas, bagaimana seharusnya Pemko bertanya?
Menurut Subhan, Pemko harus punya rencana penanganan yang berkesinambungan.
Kendati Ia tak menampik, bahwa masalah genangan ini tak bisa berlebih dengan waktu singkat. Namun bukan berarti tidak bisa mendukung.
"Kelemahan Pemko, tidak memiliki rencana strategis yang berkelanjutan. Tidak bisa bicara hanya berbicara tentang drainase saja. Sementara itu kajian secara komprehensif untuk menanganinya tidak ada," tekannya.
Baca Juga: Ibnu Sina Divaksin Besok, Tim Pakar Covid-19: Jangan Euforia