Sonora.ID - Setiap pekerjaan, tantangan, dan keputusan adalah hal yang pasti muncul dalam kegiatan sehari-hari yang juga memerlukan pemikiran yang matang.
Cara berpikir setiap orang cenderung berbeda satu dengan yang lain, namun berdasarkan kecepatannya ada dua jenis cara berpikir.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari mengutip dari seorang penulis buku yang menyatakan bahwa ada dua jenis cara berpikir.
Baca Juga: Meski Sekolah Jadi Hal Penting, Qodari: Tolong Orientasinya Jangan Cuma Gelar!
“Ada dua jenis cara berpikir. Kita harus memahami quick thinking dan slow thinking,” ungkapnya.
Dalam praktiknya sehari-hari, banyak orang yang kemudian salah dalam menggunakan kedua cara berpikir tersebut.
“Yang sering terjadi adalah orang menggunakannya terbalik. Quick thinking digunakan untuk masalah yang besar atau fundamental, begitu salah ya celaka,” sambungnya.
Baca Juga: Nama Gatot Nurmantyo Dinilai Belum Kuat Jadi Kandidat di Pilpres 2024, Kalah Sama Prabowo?
Qodari menjelaskan bahwa, quick thinking biasanya digunakan dalam masalah yang sifatnya tidak urgent dan spontan.
Misalnya ketika orang memutuskan akan makan siang di mana, bersama siapa, hal ini bisa dipikirkan dengan cara quick thinking.
Sebaliknya, slow thinking dibutuhkan pada saat seseorang memikirkan tentang masa depan, hal fundamental, dan punya pengaruh besar dalam hidup.
Baca Juga: Tak Harus Selalu Berpikir Positif Agar Terhindar Dari Toxic Positivity
“Jangan pakai quick thinking untuk karir, beli sesuatu yang mahal, pernikahan, beli property, pekerjaan, itu slow thinking,” jelas Qodari.
Pihaknya juga menegaskan, jangan juga menggunakan slow thinking untuk hal-hal yang sifatnya sederhana, kecil, atau teknis.
“Kelamaan ntar, ditinggal,” tegasnya.
Jadi, setiap orang harus tahu penempatan dan pemakaian cara berpikir yang mana yang sesuai dengan masalah yang sedang dihadapinya.
Baca Juga: Salah Satu Teknik, Sukses Berpikir Kreatif Melalui Metode SCAMPER