Foto : Masyarakat mengungsi setelah terjadi gempa (
(Kompas.com))
"Nah setelah merasa aman, jangan dulu kembali ke rumah. Karena kita harus waspada akan bencana susulan. Kan umumnya orang karena merasa sudah aman dan tidak terjadi bencana lagi, lalu pada kembali ke rumahnya, padahal banyak korban karena bencana susulan," tambah Eko.
Sedangkan Iwan Ridwansyah dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI memaparkan, bahwa dalam mitigasi bencana, setiap individu memiliki tanggung jawab keselamatan masing-masing. Hal itu bisa dimulai dari membangun rumah dengan asas bencana.
"Perencanaan dan pembangunan tata ruang juga harus berdasarkan kajian kebencanaan. Perlu ada kajian risiko untuk rencana penanggulangan bencana, dan itu wajib dilakukan pemerintah baik di pusat maupun daerah," tegas Iwan.
Menurutnya, sistem peringatan dini terhadap bencana semisal tanah longsor, belum terbangun merata di Indonesia.
Padahal, peringatan dini itu berkaitan dengan pencegahan dan mitigasi longsor di daerah tempat tinggal.
"Sebagai contoh, sistem peringatan longsor perlu diperkuat di banyak daerah zona risiko tinggi terhadap tanah longsor, dan banyak di daerah tersebut yang belum dilengkapi sistem peringatan dini itu," ucap Iwan.
Sementara itu, Adrin Tohari dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI mengatakan, bahwa LIPI menghadirkan alat yang bernama Wiseland. Ini merupakan alat sensor yang dapat membantu pemantauan bencana alam yang dipasang di lokasi yang memiliki risiko tinggi.
Menurutnya, alat sensor ini terdiri dari beberapa komponen sistem yang akan mengumpulkan hasil pemantauan perubahan yang terjadi pada alam dan yang dapat berisiko tinggi.