Foto : Masyarakat mengungsi setelah terjadi gempa (
(Kompas.com))
Bandung, Sonora.ID - Memasuki tahun 2021, Indonesia mengalami beberapa kali bencana ditengah penanganan pandemi Covid-19 yang belum usai.
Sejumlah bencana alam di berbagai daerah terjadi, mulai dari banjir, longsor, gunung meletus, hingga gempa bumi yang merenggut korban jiwa. Umumnya bencana ini terjadi karena faktor hidrometeorologi.
Kepala Pusat Peneliti Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto, dalam webinar bertajuk "Masyarakat Siaga Bencana" yang digelar oleh LIPI, Jumat (29/1/2021) mengatakan bahwa Indonesia harus siap merancang strategi mitigasi dan evakuasi bencana.
Hal ini mengharuskan pengetahuan Pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat terhadap ancaman bencana juga harus memadai, sehingga sigap dan tanggap bencana.
"Masyarakat dan pemerintah harus bersinergi dalam meningkatkan kesadaran dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kita perlu tempat yang aman. Untuk itu masyarakat harus sadar dan paham tentang ancaman dan keselamatan dari bencana," ucap Eko dalam pemaparannya.
Eko menambahkan, berdasarkan pengalaman yang diceritakan oleh penyintas, umumnya masyarakat membawa dan menyelamatkan harta benda ketika bencana terjadi.
Padahal seharusnya tidak, selain mencari tempat lebih tinggi atau ke ruang yang aman dalam evakuasi, cara efektif saat terjadi bencana adalah dengan memprioritaskan keselamatan diri.
"Semisal bencana tsunami. Abaikan harta dan lebih baik berlari tanpa kendaraan, jangan mendekat ke arah sungai atau jembatan, karena sungai menjadi jalan tol bagi tsunami, karena dia datang bisa lebih cepat dari sungai," papar Eko.
"Nah setelah merasa aman, jangan dulu kembali ke rumah. Karena kita harus waspada akan bencana susulan. Kan umumnya orang karena merasa sudah aman dan tidak terjadi bencana lagi, lalu pada kembali ke rumahnya, padahal banyak korban karena bencana susulan," tambah Eko.
Sedangkan Iwan Ridwansyah dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI memaparkan, bahwa dalam mitigasi bencana, setiap individu memiliki tanggung jawab keselamatan masing-masing. Hal itu bisa dimulai dari membangun rumah dengan asas bencana.
"Perencanaan dan pembangunan tata ruang juga harus berdasarkan kajian kebencanaan. Perlu ada kajian risiko untuk rencana penanggulangan bencana, dan itu wajib dilakukan pemerintah baik di pusat maupun daerah," tegas Iwan.
Menurutnya, sistem peringatan dini terhadap bencana semisal tanah longsor, belum terbangun merata di Indonesia.
Padahal, peringatan dini itu berkaitan dengan pencegahan dan mitigasi longsor di daerah tempat tinggal.
"Sebagai contoh, sistem peringatan longsor perlu diperkuat di banyak daerah zona risiko tinggi terhadap tanah longsor, dan banyak di daerah tersebut yang belum dilengkapi sistem peringatan dini itu," ucap Iwan.
Sementara itu, Adrin Tohari dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI mengatakan, bahwa LIPI menghadirkan alat yang bernama Wiseland. Ini merupakan alat sensor yang dapat membantu pemantauan bencana alam yang dipasang di lokasi yang memiliki risiko tinggi.
Menurutnya, alat sensor ini terdiri dari beberapa komponen sistem yang akan mengumpulkan hasil pemantauan perubahan yang terjadi pada alam dan yang dapat berisiko tinggi.