Permohonan Izin PT MCM Dicabut, WALHI Kalsel Bidik PKP2B AGM

15 Februari 2021 14:40 WIB
Direktur Eksekutif WALHI Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono
Direktur Eksekutif WALHI Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono ( Smart Banjarmasin/Razie)

Banjarbaru, Sonora.ID –Mahkamah Agung (MA) belum lama ini Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PT Mantimin Coal Mining (MCM), selaku pemilik konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Balangan, dan Tabalong.

MA menolak operasi produksi pertambangan PT MCM yang ingin mengeruk emas hitam di wilayah yang masuk Pegunungan Meratus.

Kekalahan PT MCM ini disambut dengan suka cita oleh segenap pihak yang selama ini memperjuangkan Pegunungan Meratus terbebas dari aktivitas tambang.

Baca Juga: Vaksinasi Nakes di Banjarmasin Belum Mencapai Separuh, Baru 48 Persen

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Selatan (Kalsel), sebagai motor penggerak penolakan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), perkebunan sawit, dan pertambangan batubara di wilayah Pegunungan Meratus, mengaku sangat bersyukur, karena MA mendengarkan aspirasi warga Banua.

Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, menuturkan putusan ini buah perjuangan panjang masyarakat sejak tahun 1980-an yang konsisten menolak HPH, perkebunan sawit, dan pertambangan batubara. Sejak 28 Februari 2018, pihaknya mendaftarkan gugatan SK Menteri ESDM Nomor 441 Tahun 2017 ke PTUN Jakarta terkait izin operasi produksi PT MCM seluas 5.908 hektar.

“Saya mewanti-wanti perjuangan masih panjang penyelamatan Meratus. Ini kan baru satu perusahaan, ke depan perlu difikirikan lagi. Masih ada Antang Gunung Meratus di sana. Kemenangan ini membuat kita harus lebih semangat,” kata Kisworo Dwi Cahyono saat konferensi pers di markas WALHI Kalsel, pada Minggu (14/02).

Baca Juga: Pascabanjir, Komisi III DPRD Kalsel Monitoring Kerusakan Infrastruktur

Menurut Kisworo, kemenangan atas MCM jadi momentum masyarakat untuk berjuang mengeluarkan perijinan lain PKP2B dari Kabupaten HST, seperti milik PT Antang Gunung Meratus.

Ia berkata Kalsel darurat bencana ekologis karena 50 persen dari luasan provinsi dibebani izin perkebunan sawit dan pertambangan. Indikasinya bahwa Kalsel sering dikepung kebakaran lahan dan kabut asap jika kemarau, serta kebanjiran saat musim penghujan.

“Bencana banjir yang mengepung 11 kabupaten/kota di awal tahun 2021 adalah bukti bahwa Kalsel darurat bencana ekologis,” ungkapnya.

Baca Juga: Di Akhir Masa Jabatan, Gubernur Kalsel Tanam 10 Ribu Bibit Kayu Besi

Anggota DPRD HST, Yazid Fahmi, berharap putusan PK MA atas SK Menteri ESDM Nomor 441 Tahun 2017 itu bisa segera dieksekusi untuk melindungi Pegunungan Meratus. Fahmi sepakat mengeluarkan PKP2B lainnya dari Kabupaten HST.

“Suara masyarakat HST yang didengar MA. Kami sudah merasakan bagaimana dahsyatnya banjir bandang dan tanah longsor,” ujarnya.

Selain tambang dan sawit, ia menegaskan ada indikasi penebangan kayu di hutan lindung yang bisa disebut illegal logging.

“Illegal Loging ada indikasinya di Pegunungan Meratus,” pungkasnya.

Baca Juga: Komisi IV DPRD Kalsel Komunikasikan Kondisi Pascabanjir ke Kemensos RI

PenulisFakhrurazi
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm