Untuk mendapatkan modal empati dan kecerdasan emosi, seseorang harus bisa mengasah kepekaan dan kepeduliannya terhadap hal sekecil apapun.
Cobalah untuk mencari topik atau pembahasan yang diketahui lawan bicara sebagai pembukaan dalam berkomunikasi.
Jika sudah memahami karakter lawan bicara, kemudian yang harus difokuskan adalah 'apa yang ingin dicapai bersama'.
Jangan berpikir mentang-mentang kita sebagai pemimpin kita selalu ingin dihormati, dipentingkan atau mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Baca Juga: Apakah Setiap Orang Memiliki Kesempatan Menjadi Seorang Pemimpin?
"Kalau Anda mikirnya hanya aku yang penting maka tidak akan pernah terjalin yang namanya realtionship dan to lead-nya. Karena to lead itu bukannya menyuruh orang lain untuk manut kita tapi to lead adalah untuk bersama-sama to achieve the goals," jelasnya.
Berilah arahan dan solusi positif kepada orang lain tanpa harus menggurui jika memang ingin dilihat sebagai pemimpin.
Jika hal tersebut dilakukan tentu akan membuka sebuah percakapan baru. Secara tidak sadar kita telah sikap leadership yang baik.
Sri Mulyani menegaskan bahwa kepemimpinan itu bisa mempersulit, memotivasi, bisa menyimpulkan sebuah energi dan ide pikiran hingga mencapai sebuah tujuan bersama.
"Seorang pemimpin itu harus pintar mengunci ego, karena pemimpin bukan tentang ego tapi tentang orang lain dan tujuan," ungkap dia.
Baca Juga: Motivator: Menjadi Pemimpin Butuh Proses yang Harus Dilewati