Makassar, Sonora.ID - Pemerintah belum mengambil keputusan dalam pemilihan teknologi untuk pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Antang.
Wali Kota, Danny Pomanto menyebutkan sejumlah pertimbangan dalam mengambil keputusan. Pihaknya menginginkan peluang bisnis melalui bank sampah sejalan dengan menyelesaikan persoalan di tempat tersebut.
"Saya belum tentukan itu, yang penting skema bisa menambang di TPA. Saya tidak ingin mematikan bank sampah. Bisa saja, yang penting dia bisa selesaikan persoalan disana," ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (12/4/2021).
Sebelumnya ada dua teknologi pembangkit listrik yang diusulkan untuk menyelesaikan persoalan sampah di TPA Antang. Seperti pembakaran insenerator dan pembakaran plasma.
Baca Juga: Dianggap Langgar Aturan, Begini Pandangan DPRD dan Pakar Soal Ketua RT dan RW
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar Imam Hud mengatakan dari hasil penjejakannya, teknologi insenerator cinderung akan memotong rantai siklus sampah yang semestinya terlebih dahulu melalui sistem bank sampah, karena kebutuhan tonase yang tinggi.
"Insenerator itu seolah-olah menghilangkan peran dari pada pemilahan sampah dan bank sampah. Padahal harapannya dari itu dilihat efeknya dengan ini bisa memberikan penghasilan," katanya.
Kendati demikian dirinya masih ingin melihat hasil dari visibility study keduanya, untuk dijadikan perbandingan. Imam mengatakan asas manfaat dan keuangan daerah menjadi faktor penting dalam pemilihan nantinya. Pasalnya ada kesenjangan harga yang jauh, sehingga hal ini perlu dikaji mendalam.
"Itu akan dikaji ada visibility study yang mana yang layak. Karena ada aturannya pengelolaan sampah itu. Banyak perusahaan yang sebenarnya mau. Ini penting, terkait dengan kebijakan daerah dan kemampuan daerah, untuk biayai seperti di Surabaya anggarannya Rp500 milliar karena mungkin dari segi anggaran dia bisa. Dan kita lagi Covid. Dengan adanya refocusing juga berpengaruh neraca fiskalnya," katanya.
Sementara itu Sekretaris Tim Percepatan PLTsa Kota Makassar Saharuddin Ridwan mengatakan teknologi apapun yang akan diterapkan nantinya tidak akan menjadi masalah. Karena esensi dari penerapan tersebut adalah pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Hanya saja pemerintah memiliki kriteria sendiri dengan beberapa penyesuaian termasuk dari sisi budget dan sistem yang digunakan.
"Apapun itu bisa, yang pertama itu tidak merusak lingkungan, yang kedua teknologi itu bisa selesaikan persoalan sampah," katanya.
Soal kecenderungan minat dari pemerintah kota beberapa hal harus dipertimbangkan, seperti jenis sampah apakah kompetibel dengan teknologinya atau tidak.
"Karena memang kan teknologi plasma itu tidak ada asap yang keluar, sementara insenerator ada. Kemudian kondisi sampah seperti kadar airnya, nah itu semua harus lewat visibility study," katanya.
Baca Juga: Deteksi Dini Gangguan Kamtib, Rutan Makassar Gelar Razia Blok Hunian
Lebih lanjut dia mengatakan insenerator cinderung membutuhkan tonase sampah yang tinggi minimal 1000 ton per hari untuk operasikan 12 megawatt listrik.
Secara teknis kebutuhan tenaga penggerak sampah sebenarnya telah terpenuhi, dimana total tonase sampah yang dihasilkan Makassar perharinya mencapai mencapai 1000 ton lebih.
Saharuddin mengakui teknologi plasma memang cinderung lebih kompetibel dengan kondisi-kondisi saat ini. Seperti tidak menghasilkan asap yang merusak lingkungan, selain itu lahan yang dibutuhkan cinderung tidak begitu luas.
"Kalau insenerator memang butuh lahan yang luas, minimal 5 hektare. Kalau saya sebenarnya belum bisa melihat apakah ini proven atau tidak, karena intinya untuk melihat cocok atau tidak tetap lewat visibiliti study," katanya.
Kata dia pihaknya telah melakukan pendampingan bersama walikota Makassar, dimana mengatakan pemerintah kota masih akan menjejaki teknologi lain, selain dari insenerator tersebut. Selain itu skema pembiayaan diharapkan tidak memberatkan APBD.
"Makanya tadi jalan keluar dari kemenko perekonomian akan membuat diskusi dulu via daring dan mengundang pakar-pakar untuk bicarakan pertimbangan tersebut," katanya.