Dividen Tinggi
Ketiga emiten batubara tersebut konsisten membagikan dividen selama 13 tahun terakhir dengan rata-rata yield yang atraktif sebesar 11,32%. Kemampuan yang baik dalam menghasilkan laba menjadi dorongan untuk ketiga emiten tersebut terus membagikan dividen kedepannya.
Valuasi Overvalue
Jika dilihat dengan valuasi price to earnings, ketiga emiten tersebut sudah cukup mahal atau overvalue. ADRO dan ITMG diperdagangkan dengan valuasi yang paling mahal di +2 standar deviation P/E 5 tahun.
Sedangkan P/BV ketiga emiten tersebut masih cukup murah, dibawah rata-rata P/BV 5 tahunnya. Bahkan ADRO dan PTBA diperdagangkan di -1Std P/BV 5 tahun.
Baca Juga: Warga Kota Bitung Sulut Tambang Emas Di Halaman Rumah Sendiri
Pendorong Kinerja Sektor Batubara
Kinerja sektor batubara masih akan positif tahun 2021. Dorongan utama berasal dari permintaan batubara global yang mulai menunjukan pemulihan di kala supply yang relatif terbatas. Kondisi ini berpotensi menjaga average selling price (ASP) batubara di level yang menguntungkan bagi miner.
Permintaan yang tinggi terlihat di China, salah satu importir terbesar batubara. Dimana China tahun 2021 akan membangun puluhan pembangkit listrik baru yang dapat meningkatkan kapasitas pembangkit listrik China menjadi 1,25 TWatt (+4,7% YoY). Tercatat 57% energi China dihasilkan dari pembangkit bertenaga batubara.
Sedangkan dari domestik, upaya pemerintah dalam menjalankan proyek hilirisasi batubara (ex: gasifikasi) berpotensi membentuk demand segmen baru pada industri batubara. Ditambah insentif royalti 0% bagi emiten yang melakukan hilirisasi akan turut berkontribusi positif bagi kinerja, mengingat royalti memiliki porsi yang cukup besar terhadap beban pokok penjualan.
Downside Risk
Selain potensi yang dapat mendorong kinerja sektor batubara, investor juga perlu memperhatikan downside risk yang mungkin terjadi dan berdampak negatif pada kinerja sektor batubara seperti, harga minyak yang tinggi dan berada pada trend naik menjadi hal negatif yang dapat membebani kinerja perusahaan dengan beban bahan bakar yang lebih tinggi. Selain itu, fluktuasi harga batubara juga menjadi faktor negatif yang berpotensi berdampak negatif bagi kinerja sektor batubara terutama berasal dari pemulihan ekonomi yang tidak sesuai dengan ekspektasi.
Risiko negatif juga datang dari kecenderungan shifting dari energi berbahan bakar fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan seperti halnya Korea Selatan dan Jepang yang berencana menghentikan pembiayaan batubaranya di Indonesia dan beralih ke green energy.