Sonora.ID - Seorang wanita yang berprofesi sebagai Guru Taman Kanak-kanak (TK) di Kota Malang terpaksa harus kehilangan pekerjaannya karena terjerat hutang pinjaman online (pinjol).
Melansir dari channel YouTube Kompas TV Malang, perempuan yang disebut Melati harus rela menelan pil pahit yakni diberhentikan dari tempatnya bekerja karena terjerat hutang pada 24 aplikasi pinjaman online. Hutang yang awalnya Rp2,5 juta itu berbunga hingga menjadi Rp40 juta.
Pinjaman tersebut ia gunakan untuk membayar biaya kuliah ke jenjang S1 agar bisa menjadi guru kelas. Merasa resah karena mendapatkan banyak teror dari debt collector, ia berusaha untuk jujur kepada pihak sekolah bahwa dirinya memiliki hutang.
Baca Juga: Nasabah Tergiur Bunga Rendah, Amankah Mengajukan Pinjaman Online?
Namun Melati justru mendapatkan ganjaran untuk berhenti dari profesi yang telah digelutinya selama 13 tahun. Wanita tersebut berharap dapat memperoleh bantuan dari Otoritas Jasa Keuangan terkait hutang yang menjeratnya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang Sugiarto Kasmuri menyampaikan bahwa guru TK tersebut telah melaporkan kepada Satgas Waspada Investigasi Pusat dan sudah dilakukan penanganan.
OJK telah mencatat sebanyak 3.193 pinjol illegal dari tahun 2018 hingga April 2021 sedangkan pinjol legal yang telah tercatat di OJK hanya ada 146 pinjol.
Menanggapi kasus tersebut, OJK Malang Bersama Satgas Waspada Investasi (SWI) menghimbau kepada masyarakat agar lebih teliti dan jeli saat berhutang pada pinjol. Pasalnya pinjol legal hanya menerapkan pengembalian sebesar seratus persen dengan rincian pinjaman pokok ditambah bunga.
Bagi masyarakat yang sudah terlanjur terjebak dalam pinjol illegal dan mendapatkan ancaman, terror, pemerasan dari debt collector dapat melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib karena sudah masuk keranah hukum sebagai tindak pidana.
“Seperti dalam kasus ini dimana yang didalamnya yang bersangkutan merasa di terror, diancam tentunya itu sudah masuk ranah hukum tindak pidana. Dan itu buat si (masyakarat) yang merasa menjadi korban pemerasan, ancaman dan lain sebagainya, itu bisa melaporkan langsung kepada pihak kepolisian. Nanti kami di tim SWI ini akan lakukan koordinasi jika ada pengaduan atau pelaporan tersebut kepada pihak kepolisian”, ungkap Sugiarto Kasmuri.