Makassar, Sonora.ID - Kesaksian mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Edy Rahmat dalam sidang tipikor kasus suap gratifikasi Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah dengan terdakwa Agung Sucipto mengungkap fakta mencengangkan.
Salah satunya terkait rencana penyuapan untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel.
Edy dalam keterangannya mengakui menerima uang dari kontraktor bernama Andi Kemal senilai senilai Rp337 Juta. Uang tersebut untuk menghilngkan temuan BPK.
"Uang itu untuk BPK atas nama Gilang,"ujar Edy yang bersaksi secara virtual di Pengadilan Negeri Makassar, belum lama ini.
Baca Juga: Kesaksian Ajudan Ungkap Koordinasi Nurdin Abdullah dan Edi Rahmat Dalam Mengurus Proyek
Dihadapan hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Edy menceritakan, dirinya pernah bertemu dengan pegawai BPK bernama Gilang.
Pertemuan itu lantas mengungkap temuan untuk proyek jalan di Kabupaten Pinrang yang dikerjakan oleh kontraktor Andi Kemal. Hasil pertemuan tersebut kemudian ia laporkan kepada Gubernur non aktif Nurdin Abdullah.
Ia kemudan disuruh 'mengamankan' temuan tersebut dengan meminta bantuan kepada kontraktor bersangkutan.
“Demi Allah, dunia akhirat, saya tidak mungkin melakukan kalau tidak disuruh pimpinan (Nurdin Abdullah),” ucap Edy.
Baca Juga: Lagi! Nurdin Abdullah Menyangkal Terlibat Kongkalikong Proyek
Akan tetapi, dirinya keburu terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK sebelum sempat menyerahkan uang itu ke BPK.
Hingga berita ini diturunkan, tak ada satupun pejabat ataupun humas BPK Perwalian Sulsel yang berhasil dikonfirmasi. Termasuk Gilang yang disebutkan tersangka Edy Rahmat dalam kesaksiannya.
Terpisah, Pengamat Keuangan Negara Bastian Lubis mengatakan, keterangan Edy Rahmat bukan hanya isapan jempol. Ia menyebut, rekomendasi BPK banyak yang mandul. Ganas di atas tetapi akhirnya bisa disuap.
Hal itu terbukti saat Pemprov Sulsel tetap menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 2019 lalu. Padahal, saat itu jelas ada ketekoran kas di Sekretariat DPRD Sulsel.
"Hilang temuan dari laporan itu ada dua kemungkinan, terperiksa debat ada buktinya atau memang dia negoisasi," ujar Bastian Lubis saat dikonfirmasi.
Menurut Bastian, pola-pola suap yang terjadi sekarang sangat konvensional. Sehingga mudah ditelusuri.
"Polanya masih sama tapi meninggalkan jejak. Jadi memang ada superpower kalo gak ada yang awasin lagi inilah yang terjadi. Pada waktu pemeriksaan ini di situlah opini bisa diperdagangkan," pungkasnya.
Baca Juga: Proyek Irigasi di Sinjai Belum Disetujui, Kontraktor Sudah Bayar Panjar ke NA