Makassar, Sonora.ID - Sidang kelima terdakwa Agung Sucipto atas kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur Pemprov Sulsel yang melibatkan Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah kembali digelar di ruangan Harifin Tumpah Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (24/6/21).
Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi. Mereka adalah Jumras, mantan Kepala Biro Pembangunan Sulsel (sekarang Biro Pengadaan Barang dan Jasa), dan Sopir Pribadi Agung Sucipto, Nuryadi.
Diketahui, Jumras merupakan salah satu pejabat yang dipecat Nurdin Abdullah lantaran dituding meminta fee dari Agung Sucipto.
Jumras juga sempat menghiasi pemberitaan media karena berani mengungkap kongkalikong kontraktor dengan Nurdin Abdullah untuk mendapat proyek. Ia membeberkannya dalam sidang hak angket DPRD Sulsel 2019 lalu.
Dalam kesaksiannya kali ini, Jumras menegaskan hanya sekali bertemu dengan Agung Sucipto yakni pada saat dirinya masih menjabat Kepala Biro Pembangunan.
Jumras mengaku, pertemuan dan perkenalannya dengan Agung Sucipto berdasarkan arahan rekan sejawatnya.
Dia adalah Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Andi Sumardi Sulaiman, kakak kandung Andi Sudirman Sulaiman yang kini menjabat Plt Gubernur Sulsel.
"Pertemuan pertama dengan Anggu (sapaan akrab Agung Sucipto) di Barbershop. Teman Pak Anggu yang awalnya ajak, Andi Sumardi Sulaiman, Kepala Bapenda Sulsel. Dia tidak bilang mau ketemu Anggu. Dia cuman mau ketemu saja," ujar Jumras.
Baca Juga: Sidang Tipikor Agung Sucipto Ungkap Adanya Permainan Suap di BPK
Selain Agung, dalam pertemuan itu hadir pula kontraktor lain yakni Ferry Tanriady. Di situlah, kedua kontraktor meminta agar dimenangkan pada sejumlah proyek.
Agung untuk pengerjaan jalan di Kabupaten Bulukumba. Sementara, Ferry untuk pengerjaan jalan di Sidrap.
"Dia minta (dimenangkan). Dia bilang, saya ini sudah membantu Gubernur saat Pilkada Rp10 miliar. Agung yang bilang begitu," ucapnya.
Akan tetapi Jumras kala itu menolak permintaan Agung Sucipto. Ia lantas meminta Agung tetap mengikuti tender sesuai prosedur.
"Saya bilang silahkan saja Pak, ga ada hubungan dengan Gubernur. Silahkan ikut lelang pak, dia ngotot," ungkapnya.
Jumras bahkan menyarankan Agung menemui kontraktor lainnya bernama Hartawan yang juga pernah meminta proyek yang sama.
"Jadi Saya sarankan Pak Agung bicara saja sama Hartawan. Hartawan ini juga pengusaha," lanjut Jumras.
Baca Juga: Wali Kota Keberatan Makassar Zona Oranye Covid-19, Ini Alasannya
Dalam proses negosiasi itu, Sumardi kemudian menawarkan uang ke Jumras sebesar 200 juta yang disiapkan Agung. Tujuannya tak lain sebagai 'pelicin' agar Jumras luluh. Akan tetapi, Jumras tetap menolak.
"Dia bilang ke saya lewat Andi Sumardi, ada uang Rp 200 juta. Tapi saya tolak. Andi Sumardi bujuk saya, bahkan suruh naik mobil Agung. Tapi saya bilang jalan saja. Gak pak," ungkapnya.
Alhasil, dua hari setelah pertemuan tersebut, Jumras mendapat SK pemecatan dari Nurdin Abdullah.
"Saya diadukan oleh Anggu. Katanya saya minta fee padahal tidak ada sama sekali," katanya.
Dalam sidang sebelumnya, Gubernur non aktif Nurdin Abdullah memang menyebut Kepala ULP (Biro Pengadaan Barang dan Jasa) bobrok.
Hal itu lantaran banyaknya keluhan dari kontraktor termasuk Agung Sucipto yang mengaku kerap dimintai fee. Olehnya, Nurdin langsung menonjobkan Kepala ULP saat itu yang tak lain adalah Jumras.
Baca Juga: Hari Ketiga PPDB Online di Makassar, Disdik Terima 100 Pengaduan Masalah Ini