“ keluarga perlu memperhatikan, baik adik, saudara siapapun. Itu sering kita lalai, ketika sudah mengganggu baru dibawa,” ujarnya.
ODGJ yang dipasung biasanya karena menganggu dan keluarganya tidak mampu mengurusnya. Tapi hal itu sebenarnya tidak diperbolehkan karena melanggar HAM.
“Kita punya program itu ke kabupaten kota untuk sosialisasi dan bekerjasama dengan mereka. Ketika mereka tidak mampu mengurus, kami jemput dan diobati. Kami bekerjasama dengan dinas kesehatan dan keluarga untuk diobati. Tapi tidak selesai sampai disitu saja, semua harus berperan. Keluarga harus berperan, dinas kesehatan juga berperan sebab butuh peran keluarga. Bila tidak diperhatikan keluarganya, maka pasien bisa kambuh lagi,” tukasnya.
ODGJ terjadi karena beberapa factor. Bisa karena genetic bisa juga karena stress yang berat sehingga dirinya tidak mampu mengatasinya.
Baca Juga: Orang Dalam Gangguan Jiwa di Palembang Mulai Disuntik Vaksin
Penderitanya lebih banyak diderita kaum laki-laki dibandingkan kaum perempuan. Riset menilai bahwa kaum perempuan lebih terbuka dibandingkan laki-laki.
Lama pengobatan ODGJ tergantung tingkat keparahannya. Setelah sembuh pasien tetap harus control dan minum obat agar bisa terkontrol.
Butuh peran keluarga untuk mengingatkan kedua hal tersebut. Dengan konsep 21 hari bisa kembali pasien akan diterapi oleh dokter-dokter jiwa yang akan memberikan terapi.
Terapi yang dilakukan adalah dengan memberikan kegiatan social. Diajarkan menyapu dan kegiatan-kegiatan yang mepersiapkan mereka agar bisa melakukan sesuatu ketika pulang.
“Diajari menjahit, bercocok tanam, bernyanyi, rohani sehingga ketika pulang tidak membebani keluarga. Banyak pasien kami yang diinventarisir bekerja di tempat kami. Mereka menjadi cleaning service, tukang kebun. Ada 7 orang yang menetap dan membantu di RS. Ernaldi Bahar,” ujarnya.
Baca Juga: Rumah Sakit Jiwa Ernaldi Bahar Mengklaim 4 Pasiennya Positif Covid-19