Sonora.ID - Dalam laman www.ppid.menlhk.go.id, Jumat (21/2/2020), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan, Indonesia mampu memproduksi 67,8 ton sampah setiap tahun. Jumlah ini akan terus bertambah seiring pertumbuhan penduduk.
Di antara sampah itu, sampah plastik menjadi masalah mengkhawatirkan. Jika solusi tak kunjung tampak, Menteri LHK Siti Nurbaya memprediksi jumlah sampah plastik di Indonesia akan naik dua kali lipat pada 2050 dan berkontribusi sebesar 35 persen dari total sampah yang ada.
Sebelum itu terjadi, Indonesia sebenarnya sudah menyandang predikat sebagai negara kedua penyumbang sampah plastik terbesar di dunia menurut studi Jambek 2015 yang dimuat pada laman Our World in Data.
Bukan sesuatu yang membanggakan, bukan? Apalagi ditambah dengan prediksi peningkatan jumlah sampah di atas.
Meski begitu, bukan berarti tak ada solusi untuk hal tersebut. Pun, tidak ada kata terlambat untuk melakukan kebaikan bagi Bumi, rumah umat manusia. Asal semua pihak berkolaborasi, isu sampah plastik bisa diatasi.
Pengaplikasian gaya hidup berkelanjutan bebas sampah tidaklah sulit dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat cukup menjalankan tiga konsep reduce, reuse, and recycle. Misalnya, saat mengelap kotoran. Ketimbang menggunakan tisu sekali buang, ada baiknya memakai kain sehingga tak ada sampah yang dihasilkan.
Baca Juga: Hari Terakhir PPKM, Keputusan terkait Perpanjangan akan Diumumkan
Sekalipun terpaksa menghasilkan sampah, masyarakat perlu mengklasifikasi menurut jenisnya, yakni organik dan nonorganik.
Hal ini bukan saran semata, melainkan sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Dengan begitu, proses pengelolaan sampah lebih mudah dilakukan. Contohnya, sampah organik diolah jadi bahan kompos dan sampah non-organik didaur ulang menjadi barang bernilai ekonomi.
Implementasi selanjutnya, yakni bijak saat makan. Makanan tak habis lalu terbuang begitu saja menjadi pemandangan akrab sehari-hari di Indonesia.
The Economist Intelligence Unit 2018 melaporkan, Indonesia menduduki posisi kedua sebagai negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia.
Kondisi itu tentu tak bisa dianggap sepele. Menurut IPCC 2007, hasil pembusukan kotoran makanan yang kerap bercampur dengan sampah organik lain berisiko 25 kali lebih berbahaya merusak lingkungan dibanding karbon dioksida.
Singkatnya, sampah makanan juga dapat memicu efek gas rumah kaca (GRK).
Baca Juga: Seperti Instagram, Fitur Belanja Bakal Segera Hadir di Twitter