Sonora.ID - Setiap hari, setiap saat, kita dihadapkan dengan begitu banyak narasi pesimistis dan berita-berita yang meruntuhkan semangat optimisme.
Sangat wajar, karena yang terjadi di sekitar kita saat ini adalah kesedihan, penderitaan dan duka cita. Per bulan Agustus ini, jumlah orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 masih tinggi yaitu 3,8 juta orang dan lebih dari 115.000 orang meninggal dunia.
Wilayah Jawa Bali menjadi penyumbang terbesar angka terkonfirmasi positif Covid-19, yang mengakibatkan jumlah pasien yang dirawat meningkat 90% di semua fasilitas kesehatan di Jawa Bali. Sebagian memilih untuk melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing akibat penuhnya sejumlah rumah sakit dan fasilitas kesehatan.
Belum lagi kawasan pemakaman yang penuh akibat tingginya angka kematian akibat Covid-19. Dan terakhir yang paling membuat duka lara, belasan ribu anak kehilangan orangtuanya akibat Covi-19. Seakan tak ada ujungnya penderitaan ini.
Baca Juga: Percepat Herd Immunity, Perempuan Jenggala Gelar Vaksinasi Massal di 12 Kota
Pemerintah pun akhirnya memberlakukan PPKM Darurat di Jawa Bali dan setelah dua bulan berjalan, hal ini menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Angka terpapar Covid-19 menurun di area Jawa Bali dan level PPKM disesuaikan di sejumlah wilayah.
Namun, kita belum bisa bernafas lega, karena saat ini Covid-19 mulai menyebar di wilayah luar Jawa Bali yang fasilitas kesehatannya masih minim. Pemerintah pun mulai memfokuskan perhatian di wilayah luar Jawa Bali agar vaksinasi massal segera terlaksana diiringi dengan pemenuhan kebutuhan standard fasilitas kesehatan, terutama di area pedesaan.
Memang sulit untuk menjaga api sukacita Hari Kemerdekaan kita, di tengah begitu banyak penderitaan dan kedukaan akibat pandemi. Namun, mungkin ini juga yang dialami oleh para pejuang kemerdekaan kita saat itu. Di sekeliling mereka, yang mereka lihat hanyalah penderitaan dan penderitaan.
Tidak punya senjata yang layak melawan penjajah, berbekal orang seadanya dan makanan serta pakaian seadanya. Dengan senjata se-sederhana bambu runcing serta persediaan pangan dan sandang yang sangat terbatas saat itu.
Pasti sulit sekali memompa semangat optimisme untuk terus berjuang bagi kemerdekaan Indonesia. Namun, mereka tidak menyerah, mereka tidak berhenti berjuang, walau nyawa menjadi taruhan.
Apa jadinya kita, bila mereka berhenti berjuang, bila mereka memilih untuk menyerah? Karena ada 1001 alasan untuk menyerah namun hanya ada 1 alasan untuk terus berjuang. Tentu tidak ada nama INDONESIA di bumi ini.
Baca Juga: Jokowi: Pandemi Covid-19 Mengajarkan Kita untuk Mencari Titik Keseimbangan antara Gas dan Rem
Kini, saatnya kita berjuang kembali, satukan barisan, saling membantu dan bergotong royong untuk melawan Covid-19.
Menyerah bukanlah pilihan. Menyerah bukanlah semangat yang diajarkan pejuang kemerdekaan kita. Karena kita manusia diberi akal sehat untuk mencari solusi dan jalan keluar dari situasi sesulit apapun.
Mari sebarkan narasi optimisme dan semangat kepada setiap orang karena narasi pesimistis tidak akan membawa kita kemana-mana selain ke arah kegelapan. Dengan menyebarkan semangat optimisme dan harapan baik, kita bisa bersama-sama mengatasi keadaan sulit ini.
Mau menjadi pejuang kemerdekaan saat ini? Ini caranya.
Anda bisa meyakinkan satu orang per hari agar mau segera divaksin.
Anda bisa mendonorkan darah konvalesen untuk membantu mereka yang terpapar.
Anda bisa meyakinkan penyintas Covid 19 untuk mau mendonorkan darahnya.
Anda bisa mengingatkan orang di sekitar untuk patuh memakai masker setiap hari.
Anda bisa melawan informasi hoaks yang beredar dengan tidak menyebarkannya lagi.
Mari kita kobarkan api sukacita dan optimisme di hari Kemerdekaan Indonesia, bersukacita dan mensyukuri perjuangan para pejuang kemerdekaan kita dahulu serta optimis Indonesia bisa melewati pandemi ini dengan selamat.
Mari Bergerak Bersama Pulihkan Indonesia.
Dirgahayu ke 76 tahun Indonesiaku, Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh!
Merah Putih abadi selamanya.