Sonora.ID - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pandemi Covid-19 akan menjadi endemi di tahun 2022. Mengutip data hasil survey Majalah Nature, Sri Mulyani menyebutkan 89% ilmuan menganggap SARS-CoV-2 akan menjadi endemi.
“Jadi saat ini disiapkan langkah-langkah bagaimana Indonesia melakukan adjustment terhadap pandemi menuju endemi. Ini sesuai dengan pandangan dari para ilmuan mengenai kemungkinan masa depan dari pandemi ini,” ujar Sri Mulyani, Menteri Keuangan, dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2022, Senin (16/8/2021).
Dalam masa penyesuaian peralihan menuju kebiasaan baru atau “living with endemic”, vaksinasi Covid19 harus tetap terakselerasi seluas-luasnya. Menurut Sri Mulyani, negara yang memiliki akses akan vaksin covid-19 akan lebih cepat pulih dibandingkan dengan negara yang kurang mendapatkan akses. Hal ini dapat memperburuk kondisi perekonomian di negara tersebut.
Baca Juga: HUT Sonora ke-49, Sri Mulyani: Sonora adalah Mitra Penting Pemerintahan
“Kita harus mewaspadai uneven economic recovery karena ini akan menimbulkan komplikasi dari sisi policy response-nya. Seperti yang bapak Presiden katakan dalam pidato kenegaraan, Indonesia juga memperjuangkan agar akses vaksin terus diperoleh negara dan segmen masyarakat,” kata Sri Mulyani.
Selain vaksinasi, disiplin 5M atau protokol kesehatan, utamanya memakai masker juga harus tetap dilakukan dengan disiplin dan menjadi budaya baru, serta penguatan implementasi 3T (Tracing, Testing, dan Treatment) dan sistem kesehatan.
Dalam kesempatan yang sama, Sri Mulyani juga menyebutkan perekonomian di tahun 2022 masih akan diselimuti ketidakpastiaan akibat Covid-19 dan juga isu global.
Oleh karena itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 disusun agar dapat lebih responsif, antisipatif, dan fleksibel terhadap berbagai resiko yang ada.
Akibat dari ketidakpastian yang masih ada, realokasi anggaran belanja di kementerian dan lembaga juga memungkinkan dapat kembali dilakukan.
Menurut Sri Mulyani, pihaknya akan meminta seluruh kementerian dan lembaga untuk melakukan earmarking 5 hingga 10 persen dari pagu belanja menurut skala prioritas program dan kegiatan, untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan mendadak anggaran penanganan kesehatan dan perlindungan masyarakat.
Dengan demikian, diharapkan tidak akan menimbulkan disrupsi terhadap anggaran belanja kementerian dan lembaga.
Baca Juga: Jokowi: Pandemi Covid-19 Mengajarkan Kita untuk Mencari Titik Keseimbangan antara Gas dan Rem