“Jangan sampai nasib EBT kedepan seperti migas. Kalau migas kemandirian energy itu tidak tampak. Itulah yang dipesankan oleh Bung Hatta yang namanya pembangunan negara dan capital makin lama makin besar,” kata dia.
Sementara itu Sunarsip, Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence,mengatakan kondisi pasokan listrik di Jawa dan Bali sebenarnya over capacity.
Kalau muncul istilah gagasan baru dengan mengembangkan EBT apalagi PLTS Atap, harus diperhitungkan kondisi kelebihan pasokan yang terjadi saat ini.
“Jangan sampai pengembangan masif PLTS Atap malah membebani PLN dan keuangan negara. Yang menjadi catatan bahwa sebenarnya target rencana induk energi disusun dengan asumsi yang optimistis, padahal realisasinya kita tidak pernah mengalami pertumbuhan ekonomi sampai 7%,” kata Sunarsip.
Menurut Sunarsip, biasanya dalam industri listrik itu dibuat lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Namun kenyataannya saat ini konsumsi listrik sudah jauh di bawah pertumbuhan ekonomi. Dengan kondisi tersebut, jangan sampai yang sedang dipersiapkan pemerintah untuk pengembangan EBT malah menambah beban untuk pelaku industri yang lain.
Chrisnawan Aditya, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, mengatakan prinsip yang dipegang pemerintah sebagai regulator harus imbang. Bahwa regulasi itu tidak bias memuaskan semua pihak, ketika timbangan lebih berat ke utility,akan ada reaksi dari pihak lain.
Dia juga menyanggah bahwa revisi permen PLTS Atap bahwa harga ekspor-impor listrik akan naik dari 65% ke 100%.
“PLTS Atap tidak untuk diperjual belikan, yang kita tingkatkan adalah nilai ekspornya,” kata Aditya.
Menurut dia, berdasarkan survei, nilai ekspor dari PLTS Atap adalah 20% lalu dikalikan 100%. Pengguna PLTS Atap pasti akan menggunakan untuk sendiri lebih dulu, sisanya diekspor.
“Apakah nanti pendapatan PLN berkurang, sudah kami lakukan kajian. Memang pendapatan PLN akan turun,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Satya W Yudha, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan revisi Permen ESDM soal PLTS Atap bertujuan mengurangi penggunaan listrik.
Dalam konteks penurunan emisi karbon, lanjut dia, kalau yang berpartisipasi banyak otomatis penggunaan energy yang masih campuran tadi berkurang.
Menurut Satya, pengembangan PLTS Atap demi memajukan industri. Dia menyebutkan ada beberapa hal yang menyangkut PLN bahwa tugas kenegaraan dipisahkan dari tugas industry murni. Sekarang PLN pun sudah contracted take or pay. Ini menjadi hal yang tidakmudah.