2. Fokus pada apa yang kamu inginkan daripada yang dikhawatirkan
Berkaitan dengan penjelasan sebelumnya, tentunya ini masih melibatkan permainan bahasa.
Dengan contoh yang sama, secara jelas orang tua tersebut ingin agar kamarnya rapi.
Maka sudah sebaiknya apa yang orang tua tersebut pikirkan dalam otak adalah 'rapi' bukan 'tidak berantakan'.
Dalam kasus lain, terdapat seorang klien yang saat itu fokusnya adalah agar 'tidak ingin memiliki suami pengangguran'. Realitanya, klien tersebut menikahi suami pengangguran.
Hal demikian terjadi karena tubuh seringkali merespons apa yang kamu pikirkan dan mewujudkannya ke dalam tindakan-tindakan.
Pikiran kamu menjadi basis pemograman akan tindakan sekaligus nasibmu, lho!
Baca Juga: Hing: Waktu Istirahat Justru Timbulkan Pikiran Negatif? Lakukan Hal Ini
Oleh karenanya, daripada terus menghindari diri dari kekhawatiran atau ketakutan, Widya menyarankan agar seseorang lebih mendekatkan diri dengan apa yang ingin dicapai.
Klien tersebut seharusnya bisa fokus pada keinginan untuk memiliki suami yang perhatian, suami yang ingin bekerja, dan sebagainya.
Dalam kondisi yang mengharuskan kamu untuk mengarahkan seseorang, salah satu tipsnya bisa dengan memberikan peringatan dan diikuti oleh kalimat persuasif, yang tentunya juga positif.
Hal ini seperti apa yang disarankan oleh Widya terhadap salah satu pertanyaan audien, bagaimana mengarahkan anaknya yang memiliki minim motivasi dalam belajar selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Audien tersebut sering mengingatkan anaknya dengan sugesti yang tidak begitu menyenangkan seperti, “Jika tidak belajar maka tidak akan sukses”.
Kalimat tersebut dapat dimodifikasi menjadi, “Jika kamu belajar, apa pun yang kamu pelajari nantinya dapat mempermudah kelulusanmu”.
Baca Juga: Bukan Isapan Jempol Belaka, Ini Alasan Hati yang Gembira adalah Obat
3. Membaca...