Maksimalkan Era Digital bagi Anak: Orang Tua, Simak 7 Poin Penting Ini

5 September 2021 07:15 WIB
Ilustrasi anak menggunakan gadget
Ilustrasi anak menggunakan gadget ( Unsplash)

Sonora.ID – Di era yang serba digital, ketakutan orang tua adalah tidak lain adalah dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan produk digital berlebih oleh anak.

Dari suatu penelitian, ditemukan sebesar 70% orang tua pesimis terhadap keterlibatan anak dalam dunia digital.

Ketakutan tersebut berupa terjerumusnya anak pada hal-hal negatif, terhambatnya motorik anak karena serba dimudahkan oleh praktisnya teknologi, penurunan prestasi akademik, dan pola konsumsi anak akan konten-konten yang kurang cocok.

Dalam wawancara yang diudarakan dalam radio Sonora FM (27/08/21) Editor in Chief Nakita.id David Togatorop menjelaskan bahwa teknologi turut menawarkan hal-hal positif bagi anak, dan hal tersebut juga berkaitan dengan masa depan anak.

Berkaitan dengan penelitian sebelumnya, perlu disadari bahwa masih tersisakan optimisme orang tua sebesar 30% akan efek positif dari penggunaan produk digital oleh anak.

Artinya, masih ada potensi yang dapat diasah untuk memaksimalkan dampak-dampak positif dari penggunaan produk-produk digital.

Satu celah yang dapat meningkatkan optimisme orang tua adalah peluang karir anak di masa depan.

Berdasarkan satu penelitian, dikatakan bahwa 10 tahun mendatang sebagian besar pekerjaan manusia akan digantikan oleh robot.

Meskipun terkesan mengancam kesempatan kerja, peluang yang perlu kita lihat adalah robot-robot tersebut tetap membutuhkan manusia sebagai pihak yang menjalankan mesinnya.

Pengoperasian tersebut sudah pasti membutuhkan pengetahuan dan keterampilan seseorang.

Dan untuk mengasah keterampilan tersebut, orang tua sedari awal dapat mengajarkan anak untuk memanfaatkan teknologi yang sudah ada.

Baca Juga: Orang Tua Wajib Tahu! Ini 3 Tips Agar Anak Kreatif dan Cerdas

 

Dengan begitu, hal positif yang bisa orang tua dapatkan dari membiarkan anak memanfaatkan teknologi adalah menjamin masa depannya.

Yang menjadi permasalahan, apakah orang tua mau mengadopsi pola asuh baru atau yang biasa disebut sebagai ‘digital parenting’.

Menurut David, pada dasarnya terdapat empat pola pengasuhan konvensional: otoriter, otoritatif, permisif, dan pola asuh yang sangat membebaskan.

Digital parenting yang bisa orang tua lakukan adalah dengan menggabungkan atau mengadaptasi pola konvensional, yakni permisif dan otoriter.

“Permisif artinya membuka ruang untuk demokrasi; mana yang boleh dan tidak boleh. Tapi Kita juga harus otoriter; mana yang boleh dilihat, mana yang boleh dan tidak boleh diakses” kata David.

Untuk menunjang hal tersebut dan menyelaraskannya dengan aspek-aspek positif, diperlukan kemampuan orang tua dan anak dalam hal literasi digital.

"Menurut pemerintah terdapat empat pilar literasi digital, yakni etis, aman, cakap, dan berbudaya dalam bermedia digital" tutur David.

Bagaimana mewujudkan empat pilar tersebut? Simak tujuh poin yang bisa orang tua perhatikan dan terapkan!

1. Orang tua perlu menjadi pihak yang aktif dalam memilah konten 

Hal ini dilakukan guna meminimalisir paparan konten-konten yang tidak sesuai bagi anak.

2. Orang tua jangan takut akan ketidaktahuan terhadap teknologi digital 

Ada kalanya orang tua perlu berani mengakui ketidaktahuannya dan mendekatkan diri dengan belajar lebih lanjut.

Ketika ketakutan tersebut hilang, orang tua tidak akan lagi menjadikan digital sebagai musuh, melainkan sebagai peluang dalam mengarahkan anak.

Baca Juga: Tak Mau Punya Anak, Cinta Laura Beberkan Alasannya yang Tak Terduga

3. Orang tua perlu memerlukan keterampilan digital yang memadai 

Keterampilan ini dimaksudkan agar orang tua lebih mudah melakukan intervensi terhadap penggunaan media digital oleh anak.

Praktik yang bisa dilakukan adalah dengan mempelajari media-media digital yang ada.

4. Pastikan anak tetap dalam lingkungan digital yang aman

Dunia digital rentan terhadap kasus cyber bullying, cyber shaming, dan paparan konten-konten yang tidak aman.  

Untuk menjaga anak dari tindakan tersebut orang tua dapat mendampingi anak selama mengakses atau menggunakan produk digital seperti gadget.

5. Menjaga komunikasi verbal yang baik

Dalam mengontrol penggunaan teknologi digital, seringkali anak merasa terintimidasi.

Guna meminimalisir hal tersebut, perlu dijalin komunikasi yang rutin untuk memunculkan kesepahaman.

6. Jangan jadikan digital sebagai baby sitter anak

Ketika orang tua merasa kelelahan, seringkali gadget menjadi alternatif untuk menghibur anak.

David sangat tidak menyarankan pemberian gadget karena terdapat kecenderungan anak untuk terus meningkatkan penggunaan gadget.

Dengan kondisi pandemi seperti ini seharusnya orang tua dapat memanfaatkan waktu di rumahnya untuk mendekatkan diri dengan anak.

7. Orang tua dapat mempercayai bahwa penggunaan teknologi digital  dapat mengarahkan pada kebaikan

Melalui teknologi digital, kegiatan kampanye oleh masyarakat cenderung dimudahkan.

Selain menanamkan kebaikan pada anak, akan lebih baik jika orang tua juga dapat mengarahkan anak untuk menyebarluaskan kebaikan melalui kampanye-kampanye digital.

Jadikan hal-hal digital sebagai peluang bagi anak untuk membantu orang lain yang membutuhkan.

Bagaimana ayah dan bunda? Sudah siap dengan pola asuh baru digital parenting?

Baca Juga: Seberapa Pentingkah Waktu Sendiri untuk Kesehatan Mental?

 

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm