Menurutnya, terdapat beberapa poin perubahan penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus, diantaranya adalah perubahan pada aspek persyaratan, prosedur pengusulan KEK baru, peningkatan kapasitas kelembagaan, pemberian relaksasi fiskal dan pemberian kemudahan lainnya.
Dengan adanya transformasi kebijakan tersebut, diharapkan performa dari kawasan ekonomi khusus dapat meningkat secara signifikan, baik dari segi peningkatan investasi, maupun peningkatan penyerapan tenaga kerja.
“Sehingga KEK bisa menjadi lokomotif pasca krisis ekonomi yang terjadi akibat pandemi covid19 ,” sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas Sekretarias Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Elen Setiadi mengatakan sebelum adanya undang-undang cipta kerja, persoalan regulasi menjadi salah satu hambatan atau tantangan dalam pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK).
“Persoalan regulasi baik mengenai syarat, prosedur kemudian juga pengaturan fasilitas fiskal dan kemudahan yang tidak terlalu clear, sehingga banyak menimbulkan multitafsir,” kata Elen Setiadi dalam Kompas Talks dengan tema “Peran dan Tantangan K.E.K Mendorong Ekspor”
Dari 2009 sampai 2020, terdapat 15 KEK eksisting yang pembangunannya belum berjalan sesuai rencana. Terdapat 1 KEK yang dicabut, yakni KEK Tanjung Api-Api, 6 KEK perlu mendapatkan perhatian khusus karena pembangunannya masih dibawah target, diantaranya adalah KEK Bitung, KEK Sorong, KEK MBTK, KEK Morotai, KEK Singhasari, dan KEK Likupang.
Selain itu, terdapat 4 KEK yang pembangunannya belum optimal, diantaranya KEK Tanjung Lesung, KEK Palu, KEK Arun Lhokseumawe, dan KEK Tanjung Kelayang. Serta terdapat 4 KEK yang sudah optimal, diantaranya KEK Galang Batang, KEK Kendal, KEK Mandalika, KEK Sei Mangkei.
Baca Juga: Makin Menarik! Podcast OBSESIF Hadir Kembali Bahas Seputar Dunia Startup