Banjarmasin, Sonora.ID - Hampir lima abad sudah usia Kota Banjarmasin. Tepatnya ke-495 pada 24 September 2021 ini.
Tentunya, usia segitu bukan lah usia yang muda lagi. Berbagai perubahan dari segala lini juga terus terjadi.
Salah satunya dari segi pembangunan, yang terus menerus dari tahun ke tahun mengalami kemajuan. Bahkan sekarang, hampir rata-rata semua berbasis digitalisasi.
Tak ketinggalan, keindahan sungainya menjadi daya tarik di Kota Banjarmasin. Bahkan julukan kota seribu sungai, masih melekat hingga sekarang.
Baca Juga: Viral Konvoi Moge Lewat Jembatan Alalak 1, Wali Kota Banjarmasin Pun Tak Mengira
Kepada Smart FM Banjarmasin, Sejarawan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Mansur S.Pd M.Hum turut menceritakan bagaimana Ibu Kota Provinsi Kalsel ini tempo dulu.
Menurutnya, sejak masa Hindia Belanda, keindahan Kota Banjarmasin dengan sungainya selalu mengandung daya magnet yang kuat.
Begitu orang-orang Eropa mengunjungi ibukota Borneo ini, mereka disuguhkan keindahan dan kultur budaya yang menawan.
Terlebih lagi, dengan moda transportasi seperti armada kapal Eropa membuat orang-orang kulit putih itu bisa mencatat geliat kehidupan Tanah Banjar.
"Wajar jika akhirnya, ketika orang-orang Benua Biru itu menyanjung Banjarmasin dengan sebutan The Venice from Eastern atau Venice/Venesia dari Timur," ujarnya.
Bertandang ke Tanah Banjar, bagai orang-orang Eropa layaknya mengunjungi Venesia.
Jika kota maritim di negeri Italia itu terkenal dengan gondolanya, maka Borneo di era tempo dulu memiliki perahu yang tak kalah indah bernama jukung tambangan.
"Apalagi dilengkapi pasar terapung (floating markets) yang sudah ada sejak 400 tahun yang lalu," tambahnya lagi.
Dalam perkembangannya, Banjarmasin sebagai simbol venesia sayangnya memudar. Sungai-sungai yang dulu membelah bagian kota, sekarang berubah menjadi daerah pemukiman penduduk.
Baca Juga: Kejar Target Vaksinasi Banjarmasin Demi Bebas dari PPKM Level IV
Meskipun sungai-sungai masih ada, tapi kondisinya sangat memprihatinkan karena berbagai faktor.
"Sekarang kondisinya kotor, tercemar dengan limbah keluarga, timbunan sampah, limbah industri, tersumbat sampah, dan sebagainya," sesalnya.
Selain itu, sungai-sungai tidak dapat difungsikan lagi sebagaimana mestinya. Seperti untuk menampung air hujan, sarana transportasi, atau bahkan untuk kepentingan rekreasi (wisata sungai).
"Sekarang muncul titik terang ketika di masa kepemimpinan Wali Kota, Ibnu Sina selama dua periode mulai menggaungkan “Kembali ke alam” (back to nature) atau “kembali ke sungai” (back to river) dengan normalisasi sungai," harapnya.
Ia pun lantas menginginkan, agar Banjarmasin masa depan perlu merevitalisasi kembali Banjarmasin sebagai kota sungai. Tentunya, perlu upaya meningkatkan apresiasi dan kepedulian masyarakat Kalimantan Selatan.
"Harus lebih dimantapkan dengan cara pemanfaatan sekaligus pelestarian sumber budaya sungai. Terutama yang bernilai ekonomi untuk pariwisata," tekannya.
"Hal ini juga bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Tetapi juga kewajiban masyarakat menjadikannya sebagai budaya unggulan (the culture of excellence) etnis Banjar," tutupnya.