“Harus buat janji dulu kalau mau wawancara. Karena bapak agendanya sangat padat,” cetusnya.
Wartawan pun mencoba meminta staf tersebut untuk mengatur jadwal wawancara tersebut Rektor Abdul Malik. Namun staf bersangkutan tak bisa memastikan kapan ada agenda kosong.
“Harus sesuai birokrasi, kalau mau atur jadwal silahkan ke Humas Uniska,” tuturnya.
Terpisah. Direktur Borneo Law Firm, M. Pazri menilai, jika pihak kampus masih menunjukkan adanya ketidakterbukaan terhadap masyarakat apalagi korban, maka akan menimbulkan rendahnya kepercayaan civitas akademika atau masyarakat terhadap lembaga tersebut.
"Memang kebanyakan kasus-kasus yang terjadi di internal kampus condong tertutup dalam prosesnya untuk menjaga nama baik. Saya sepakat saja, namun ketika diminta penjelasan jangan sampai ada dugaan terdapat tidak transparansi dalam setiap proses," ujarnya, Kamis (30/09).
Baca Juga: Dugaan ‘Catcalling’ Oknum Pegawai Kampus, LLDIKTI Wilayah XI Kalimantan Ingatkan Tiga Dosa
Seharusnya, dalam setiap tahapan proses penyelesaian masalah kampus menyampaikan hasilnya. Sehingga publik dapat mengetahui apakah proses tersebut sudah berjalan sesuai dengan prosedur atau tidak.
"Sepengetahuan saya dalam proses investigasi kasus, penyelesaian masalah kampus biasanya berpedoman kepada Kode Etik Tenaga Kependidikan, Dosen dan Karyawan. Apakah di Uniska ada atau tidak hal tersebut dan SOP nya, ini perlu diperjelas," tanyanya.
Ia menyarankan, pihak kampus perlu juga bercermin dan mengimplementasikan UU 14 Tahun 2008, bahwa tujuan dari Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik.
"Pihak kampus harus perlu transparan. Karena hakikat pendidikan adalah untuk memartabatkan kehidupan dan memanusiakan manusia. Itulah hakikat dari Kampus Merdeka. Dan Kampus Merdeka sebagai kampus kehidupan sebagai kampus kehidupan mengantarkan manusia menjadi sosok-sosok yang bisa mempertahankan kehidupannya," harapnya.
Baca Juga: Alami Pelecehan Seksual, Cantika Abigail: Mari Kita Ajari Para Lelaki