Diantaranya karena ada kegiatan kolektif masyarakat, dan juga kebijakan pembatasan masyarakat yang tidak sesuai.
“Kenaikan ini terjadi akibat event kolektif yang dimulai dari 17 Agustus, Maulid Nabi 28 sampai 29 Oktober, Natal serta Tahun Baru 2021. Adanya rentetan event besar ini juga tidak didukung oleh kebijakan pembatasan yang sesuai, dimana saat itu berlaku PSBB Transisi,” ujar Wiku, Kamis (30/09/2021).
Lima belas pekan pasca puncak pertama Covid-19 di Indonesia, angka kasus terus mengalami penurunan hingga akhirnya kembali mengalami kenaikn pasca kegiatan besar masyarakat, yaitu Idul Fitri 2021.
Dalam periode ini, kenaikan kasus COVID-19 sangat tinggi, yaitu sebesar 880%. Berbagai faktor dinilai memberikan pengaruh atas kenaikan ini.
Yang pertama, meskipun mudik telah ditiadakan, namun sebagian besar masyarakat di wilayah aglomerasi tetap berkumpul bersama keluarga, atau dalam artian telah terjadi mobilitas yang tinggi di masyarakt. Faktor kedua, adalah masuknya varian delta di Indonesia.
Baca Juga: Tahun Baru Islam, Gubernur Khofifah Ajak Move On dari Pandemi Covid-19
“Peniadaan mudik berhasil mencegah sebagian besar masyarakat untuk mudik, namun kegiatan berkumpul bersama keluarga pada satu wilayah yang sama, atau wilayah aglomerasi tetap dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini terjadi karena masyarakat merasa aman dengan turunnya kasus COVID-19,” terang Wiku, Kamis (30/09/2021).
Berbeda dengan kenaikan kasus sebelumnya, pada periode ini kenaikan kasus hanya bertahan selama delapan pekan, dan periode sebelumnya adalah lima belas pekan.
Singkatnya kenaikan kasus COVID-19 pada periode Idul Fitri 2021 dapat terjadi karena baik masyarakat maupun pemerintah, lebih siap dari periode sebelumnya dalam menjalankan protokol kesehatan.
Baca Juga: Tradisi 10 Muharram di Makassar, Omzet Pedagang Perabot Dapur Anjlok karena Pandemi