Banjarmasin, Sonora.ID - Polemik rencana kelanjutan pembongkaran baliho bando di sepanjang jalan A. Yani, turut menyeret gerbang kota Banjarmasin yang berada di kilometer enam.
Bukan tanpa sebab, gerbang batas kota yang posisinya juga melintang di atas badan, membuat sebagian kalangan minta agar turut dibongkar.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mamfus, Anang Rosadi Adenansi misalnya, yang turut angkat bicara ke salah satu media online.
Ia menilai, jika dasar keputusan untuk pembongkaran baliho bando itu adalah Peraturan Menteri PU Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian Jalan serta PP Nomor 20 tahun 2010 tentang Jalan, maka bisa jadi bahan perdebatan.
Baca Juga: DPRD Surati Wali Kota Banjarmasin Soal Baliho Bando, Pengamat: Lucu!
“Jika Permen PU yang jadi acuan, karena itu sebenarnya aturan teknis, maka bukan hanya baliho bando, maka Pemkot Banjarmasin juga harus membongkar gerbang batas kota. Sebab, bangunan ini masuk kategori yang membentang diatas jalan,” ucapnya di media tersebut.
Menanggapi pernyataan itu, Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina menyatakan, bahwa pemanfaatan antara pintu gerbang dengan baliho bando jelas berbeda.
"Itu kan beda kasus. Kalau bando ini jelas tujuannya untuk iklan dan pemasangannya melintang," tekan Ibnu, saat dikonfirmasi Smart FM Banjarmasin, di Balai Kota, Rabu (06/10) siang.
Baca Juga: DPRD Bersurat, Penertiban Baliho Bando di Banjarmasin Tetap Jalan!
Ibnu menegaskan, saat ini Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin sedang fokus untuk menata kawasan Ahmad Yani, terlebih rencana ini sudah tertunda satu tahun.
"Kami minta lagi kepada masyarakat dan pengusaha periklanan untuk bisa memahami," pintanya.
Ibnu juga membantah isu yang saat ini berkembang, bahwa Pemko mendikotomikan atau membagi dua kelompok antara pengusaha lokal dan luar daerah, dalam dunia usaha.
Baca Juga: SP 3 Baliho Bando, Satpol PP Banjarmasin Susun Teknis Pembongkaran
Bahkan menurutnya, ketika bando-bando ini nanti ditertibkan, semua titik itu akan kembali diserahkan kepada pengusaha bersangkutan sebagaimana kesepakatan yang diambil.
"Jadi tidak ada isu Pemko tidak perhatian dengan oengusaha lokal. Itu hanya isu yg dikembangkan. Cari-cari alasan saja," tuntasnya.
Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik, Ichwan Noor Chalik juga menegaskan, bahwa dalam PP Nomor 34 dan Permen PU Nomor 20, jelas yang dilarang melintang jalan itu adalah bangunan yang berfungsi untuk reklame dan media informasi.
Sedangkan bangunan gapura atau pintu gerbang diperbolehkan, dengan harus mendapat izin terlebih dahulu dari pemangku kepentingan.
"Semua ini diatur dlm Permen PU No 20 yaitu pasal 18 untuk reklame dan pasal 28 untuk bangunan gedung," jelasnya.
"Beginilah kalau pengamat atau pemerhati yang asal bicara. Seharusnya kalau mau bicara atau mengeluarkan pendapat baca dulu peraturan perundangan yang berlaku," cecarnya lagi.
Ichwan pun turut menjelaskan, mengapa reklame dan media informasi dilarang melintang jalan.
Selain konstruksinya yang sering asal-asalan hingga banyak yang roboh, juga berbahaya bagi pengguna jalan yang tidak konsentrasi pada saat berkendaraan, sehingga resiko kecelakaan sangat besar
"Tujuan iklankan itu kan supaya dibaca dan dilihat orang. Sedangkan gapura tidak ada menyampaikan informasi apa-apa. Karena itulah gapura di kilometer 6 sangat mahal. Karena harus sesuai dengan syarat Permen PU tadi," tutupnya.
Baca Juga: Konflik Baliho Bando A. Yani, APPSI Berharap Pemko Berubah Pikiran