Sonora.ID - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kebijakan biosolar 30 atau B30 telah berhasil berkontribusi dalam penurunan gas rumah kaca atau emisi karbon.
Pada tahun 2020 yang lalu, telah terjadi penurunan 23,3 juta ton karbon dioksida.
“Kebijakan B30 telah berkonrtibusi dalam penurunan gas rumah kaca, sebesar 23,3 juta ton karbon dioksida di tahun 2020,” kata Menko Perekonomian Airlangga secara virtual, Rabu (6/10/2021).
Selain itu, kebijakan B30 ini juga telah mengurangi impor solar yang juga berarti menghemat devisa negara dengan implementasinya hingga 8 miliar dolar Amerika Serikat.
Baca Juga: Hemat Devisa Hingga Rp 63 T, Presiden Jokowi Resmikan Biodiesel 30 Pesen
Pemerintah akan terus mendorong penerapan program B30. Menurut Airlangga, pemerintah menargetkan di 2021 ini, penggunaan B30 dapat mencapai 9,2 juta kilo liter.
“targetnya tentu 23 persen bauran energi yang berasal dari EBT (Energi Terbarukan) di tahun 2025 sebagai energi nasional,” lanjut Menko Airlangga.
Adapun B30 merupakan campuran 30 persen Fatty Acid Methyl Ester (FEMA) yang berasal dari olahan minyak kelapa sawit atau CPO dan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar.
B30 ini juga dapat menjadi energi alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM), serta relatif lebih bersih dan dapat mengurangi emisi karbon.
Baca Juga: Menko Airlangga: Realisasi PEN Klaster Kesehatan Sampai 24 September Baru 46,8 Persen
Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga juga mengatakan bahwa penggunaan komoditas kelapa sawit untuk bahan bakar lebih efisien dibandingkan dengan komoditas pesaing lainnya.
Sebagai perbandingan, 1 ton minyak kelapa sawit membutuhkan 0,3 hektar lahan, sementara sumber lainnya, seperti reddit oil membutuhkan 1,3 hektar, sunflower oil membutuhkan 1,5 hektar, dan soy bean oil membutuhkan 2,5 hektar.
“Indonesia adalah negara terbesar yang menguasai 55 persen pasar sawit dunia dan dibandingkan komoditas pesaing, kelapa sawit lebih efisien,” jelasnya.
Baca Juga: Menko PMK Prediksi Ada 3 Provinsi Alami Kenaikan Kasus Stunting
Ia juga menambahkan bahwa saat ini harga kelapa sawit juga telah masuk ke dalam super cycle komoditas, setara dengan nikel dan emas, dengan harga saat ini dikisaran 1.200 dolar amerika serikat per ton.
Tingginya harga sawit ini juga berdampak pada nilai tukar petani yang kini berada di kisaran Rp 1.800 hingga Rp 2.200 tandan buah segar.
“Merupakan harga tertinggi sehingga pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kalimantan pertumbuhannya sudah positif,” sebutnya.