Sonora.ID - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Energi Baru Terbarukan atau EBT kini bukan lagi menjadi pilihan, namun akan menjadi arah kebijakan sumber energi di masa depan.
“Energi terbarukan itu kalau buat dalam banyak sekali pembicaraan hidup bukan pilihan ini adalah arah ke depan kita. Jadi ini bukan kita mau nggak energi terbarukan menurut saya kita menuju ke sana,” kata Wamenkeu Suahasil Nazara dalam acara diskusi virtual Kompas Talks bersama PLN bertema Energi Terbarukan: Sudut Pandang, Supply-Demand, Keterjangkauan, Tarif, Reliability Dan Akses, Kamis (21/10/2021).
Suahasil menjelaskan bahwa dari sisi kebutuhan akan energi, kebutuhan tersebut akan terus ada, bahkan terus meningkat seiring berjalannya waktu.
Sehingga, jika hanya mengandalkan energi yang berasal dari fosil (fosil fuel), maka menurutnya, kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi.
Baca Juga: Menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) Wamenkeu Beberkan Tantangan yang Harus Diatasi!
Selain itu, di sisi lain, energi yang berasal dari fosil juga menimbulkan emisi CO2 atau emisi karbon yang tidak baik bagi lingkungan, khususnya dalam jangka waktu panjang.
“Keberadaan dari fosil energi yang memiliki efek CO2 ini tidak baik bagi kita dalam jangka menengah atau jangka panjang. Karena itu, energi terbarukan bukan pilihan, dia (EBT) adalah masa depan kita. Jadi harus kita pikirkan secara mendalam bagaimana kita menuju kesana,” lanjutnya.
Suahasil menilai bahwa energi baru terbarukan merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi Indonesia. Namun demikian, Indonesia tidak berangkat dari titik nol. Pasalnya, Indonesia telah memiliki berbagai sumber untuk menghasilkan energi.
“Kita berada dalam satu situasi di mana kita sudah punya seperangkat energi seperangkat energy mix. Kita punya masa lalu di mana ada pilihan-pilihan investasi dan ada kebijakan-kebijakan investasi, kebijakan ketenagalistrikan. Tetapi kita ingin menuju kepada energi terbarukan di dalam pengembangan energi kita ke depan,” sebutnya.
Baca Juga: Wamenkeu: Pemerintah Telah Suntikan 118 Juta Dosis Vaksin Covid-19
Adapun diketahui bahwa Indonesia telah menandatangani Paris Agreement, dimana Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi CO2 sebesar 41 persen dengan bantuan dunia internasional, dan 29 persen dengan usaha sendiri.
Untuk dapat menurunkan emisi tersebut, langkah awal pemerintah melihat berbagai sektor di perekonomian yang memiliki emisi cukup tinggi.
Sua menyebutkan berdasarkan berbagai publikasi dan kajian, terlihat bahwa sekitar 38 persen atau sepertiga lebih dari emisi karbon yang harus diturunkan itu berasal dari sektor energi, termasuk sektor penyediaan listrik.
“Kenapa sektor listrik menjadi besar, karena di masa lalu kita memang membangun pembangkit listrik energi yang berasal dari fosil, kita membangun batubara, kita banyak pembangkit listrik dengan bahan bakar solar,” jelasnya.