Menurut Perry, keputusan tersebut sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan karena ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah perkiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi.
“Kebijakan likuiditas longgar juga terus dipertahankan, baik tahun lalu maupun tahun ini. Tahun ini Bank Indonesia menambah kembali likuiditas quantitative easing sebesar Rp 129,9 triliun,” lanjutnya.
Dari sisi makroprudensial, BI melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0 persen, Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84 sampai 94 persen, serta Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5 persen.
Selanjutnya dari sisi sistem pembayaran, BI akan mengimplementasikan BI-FAST tahap pertama pada pekan kedua bulan Desember 2021, mendorong akselerasi perluasan merchant QRIS, serta memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah terkait pelaksanaan uji coba digitalisasi bansos dan elektronifikasi transaksi pemerintah untuk mendorong realisasi belanja pemerintah, serta memperpanjang masa berlaku kebijakan kartu kredit.
Baca Juga: BI Tetapkan Batas Maksimal Transfer BI-FAST Maksimal Rp 2.500