Gubernur BI: Bank Indonesia Telah Beli SBN di Pasar Perdana Sebesar Rp 142,74 Triliun

28 Oktober 2021 11:05 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Selasa (21/09/2021).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Selasa (21/09/2021). ( Tangkapan Layar/Dorothea Agatha)

Sonora.ID - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebutkan, hingga 15 Oktober 2021, Bank Indonesia telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana sebesar Rp 142,74 triliun.

Jumlah tersebut terdiri dari Rp 67,28 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp 75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option.

Perry menjelaskan bahwa pembelian SBN di pasar perdana ini merupakan salah satu bentuk sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dan pemerintah untuk kebutuhan pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2021.

Baca Juga: Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan di Level 3,50 Persen

“Sinergi dan koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal juga terus diperkuat. Antara lain dan termasuk dalam Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana, sebagai bagian dari koordinasi tersebut untuk pendanaan APBN 2021,” kata Perry Warjiyo dalam konferensi pers KSSK secara virtual, Rabu (27/10/2021).

Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan baik dari sisi moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung pemulihan ekonomi.

Dari sisi moneter, seperti yang kita ketahui bersama bahwa Bank Indonesia memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 3,50 persen.

Menurut Perry, keputusan tersebut sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan karena ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah perkiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi.

“Kebijakan likuiditas longgar juga terus dipertahankan, baik tahun lalu maupun tahun ini. Tahun ini Bank Indonesia menambah kembali likuiditas quantitative easing sebesar Rp 129,9 triliun,” lanjutnya.

Dari sisi makroprudensial, BI melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0 persen, Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84 sampai 94 persen, serta Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5 persen.

Selanjutnya dari sisi sistem pembayaran, BI akan mengimplementasikan BI-FAST tahap pertama pada pekan kedua bulan Desember 2021, mendorong akselerasi perluasan merchant QRIS, serta memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah terkait pelaksanaan uji coba digitalisasi bansos dan elektronifikasi transaksi pemerintah untuk mendorong realisasi belanja pemerintah, serta memperpanjang masa berlaku kebijakan kartu kredit.

Baca Juga: BI Tetapkan Batas Maksimal Transfer BI-FAST Maksimal Rp 2.500

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm