Meskipun cerita ini terkesan gelap, asal muasal pinjol berangkat dari intensi yang baik.
Marcello menjelaskan bahwa pada mulanya pinjol hadir sebagai kebutuhan masyarakat terhadap pinjaman uang.
"Berdasarkan laporan bank Dunia, Indonesia itu membutuhkan 1600 triliun dan bank hanya bisa mengakomodir sebesar 600 triliun. Tetapi ada luar dari perbankan yang bisa memberikan ritel kredit sejumlah 128 triliun," jelasnya.
Unsur dari luar perbankan tersebut lah yang bisa kita rujuk sebagai pinjol non-bank dan sebagian lainnya berasal dari pemerintah.
Dengan hadirnya kelompok ini, maka sisa 472 triliun yang harus dipenuhi tersebut sekiranya bisa diakomodir.
Baca Juga: Pahami Bunga Pinjol yang Wajar: Hal yang Perlu Kamu Tahu dan Lakukan
Namun demikian, muncul fenomena yang dampaknya tidak sesuai harapan pemerintah, tidak lain adalah Pandemi Covid-19.
"Tapi pemerintah sulit memenuhi karena pandemi banyak yang kena imbas akhirnya kebutuhan biaya hidup meningkat," jelasnya.
Semua lapisan masyarakat terkena PHK hingga akhirnya mendorong mereka untuk melakukan usaha baru, seperti membuka toko yang butuh modal.
Di samping itu, pemerintah juga menggiatkan masyarakat agar menjadi pelaku UMKM.
Baca Juga: Kominfo dan OJK Sepakat akan Moratorium Izin Pinjol Legal yang Baru
Oleh karena memulai usaha membutuhkan modal, pinjaman ritel ini dibutuhkan sebagai stimulus yang mempermudah masyarakat untuk memperolehnya.