Sonora.ID - Hari ini, yakni tepat pada tanggal 11 November, merupakan hari yang dinanti-nantikan bagi sebagian besar masyarakat yang memiliki hobi scrolling platform belanja online, apalagi kalau bukan promo besar-besaran yang ditawarkan.
Secara demografis, kalangan masyarakat terbesar yang menantikan sekaligus menjadi pasar dari promo besar-besaran adalah generasi milenial.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Mohamad Teguh dan Eko Pratomo selaku Pakar Finansial HALO FINA dalam siaran 'Manfaatkan Promo, Saat Ingin Fomo yang mengudara di Radio Smart FM' pada 10 November 2021 kemarin.
Baca Juga: Pasang Baru Air PDAM Makassar Bisa Diangsur, Begini Caranya
Menurut kedua pakar tersebut milenial menjadi kontributor keberlangsungan hingga berkembang pesatnya program promo tersebut.
"Indonesia memiliki pasar demografi yang luar biasa, bonus demografinya juga tinggi, dan berbagai jenis produk diuntungkan dengan demografi seperti ini," jelas Eko.
Logika dasar ekonomi adalah memasarkan produk sesuai dengan tren pasar; begitu pun dengan promo ini, milenial adalah pasar terbesarnya.
Apa yang membuat kalangan milenial sangat identik dengan promo ini?
Kedua pakar finansial tersebut sepakat bahwasanya terdapat jargon-jargon yang tertanam di kalangan milenial, seperti YOLO (You Only Live Once) dan FOMO (Fear Of Missing Out) yang mempengaruhi ketertarikan mereka terhadap promo.
Baca Juga: PLN Perpanjang Paket Tambah Daya Super Hemat Bagi Pelanggan Rumah Tangga dan UMKM
Jargon YOLO mendiktekan milenial bahwa hidup hanya sekali sehingga kamu perlu menikmati segalanya.
Hal ini terkadang diinterpretasikan kurang tepat, salah satunya adalah untuk berbelanja setiap ada promo yang diasumsikan datangnya hanya sesekali.
Selain itu, Eko menjelaskan kalau FOMO berperan dalam membangkitkan kekhawatiran milenial apabila mereka tidak mendapatkan jatah promo sementara teman-temannya sudah.
Kombinasi YOLO dan FOMO di tengah promo ini menghasilkan asumsi bahwasanya kita akan diuntungkan dengan promo besar-besaran.
Baca Juga: Daebak! Park Bo Gum & Gong Yoo Sapa Penggemar dengan Bahasa Indonesia untuk Promo 'Seo Bok'
Padahal, menurut kedua pakar finansial tersebut, kita sebetulnya tetap dirugikan sekalipun mendapatkan potongan harga hingga 80 persen.
Ini dikarenakan kita mengeluarkan uang untuk suatu hal yang belum pasti kita butuhkan dan tidak tahu apakah dalam jangka waktu panjang, hasil belanja diskonan dapat menunjang kehidupan sehari-hari kita.
Kedua jargon ini kemudian diperkuat dengan kemudahan, yang sebetulnya sebuah godaan, berupa digitalisasi transaksi.
Segala transaksi dapat dilakukan hanya dengan sekali klik melalui gawai dan dapat dilakukan kapan pun.
Yang menghawatirkan dari fenomena ini adalah banyak ditemukan kasus-kasus para milenial rela menggunakan layanan pinjaman online (pinjol) terlepas dari bunganya.
Meskipun tidak semua pinjol melakukan kecurangan, kasus penipuan pinjol bodong juga tidak jarang terjadi.
Eko dalam hal ini turut meluruskan bahwa FOMO tidak selamanya buruk, selagi FOMO yang tertanam ini lebih mengarahkan pada hal-hal yang positif dan produktif.
"Istilah YOLO dan FOMO itu terdengar sepele namun ketika merasuk ke alam pikiran, implikasinya malah mengarah pada sesuatu yang konsumtif...perlu ada pula kajian psikologis bagaimana jargon ini membentuk budaya tersebut," ujar Eko.
Baca Juga: Festival Kuliner Promo QRIS BSB Hadirkan Produk UMKM Palembang