Sonora.ID – Penetrasi teknologi di wilayah pendidikan memang telah digalakkan semenjak lama. Namun, di Indonesia yang masih memiliki 62 kabupaten yang dianggap sebagai daerah tertinggal (periode 2020-2024), bukan hal yang mudah untuk menerapkannya secara efektif.
Semenjak pandemi merebak di awal tahun 2020 dan mengharuskan adanya pembatasan sosial berskala besar, berbagai institusi pendidikan dituntut untuk mengadopsi cara baru dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar.
Pembelajaran jarak jauh membuat sekolah mendigitalisasi sistem operasi mereka agar memungkinkan keberlangsungan pembelajaran secara virtual.
Keberadaan berbagai perusahaan rintisan berbasis teknologi (technology startup) yang berfokus di bidang pendidikan, nyatanya turut menjadi penyokong proses pembelajaran jarak jauh atau daring ini.
Dengan metode pengajaran yang menawarkan fleksibilitas dan interaktivitas secara digital, pengalaman belajar dari rumah menjadi semakin baik.
Di luar masifnya penggunaan aplikasi ride hailing, e-commerce, kesehatan, ataupun keuangan, penyedia pendidikan yang familiar disebut edutech ini pun semakin meningkat selama pandemi berlangsung. Apakah sebenarnya yang menjadi daya pikat edutech?
Baca Juga: Startup Teknologi, Keterlibatan Komunitas, dan Kerendahan Hati dalam Memimpin
Pasar yang besar
Edutech tidak hanya terbatas pada siswa sekolah, melainkan kalangan mahasiswa, profesional, dan lain-lain. Walau demikian, pasar dengan segmentasi siswa K-12 (taman kanak-kanak hingga kelas 12 SMA/sederajat) pun potensinya sudah sangat besar.
“Dengan segmen K-12, kindergarten to twelfth grade aja ya ada 50 juta siswa Indonesia yang bisa menjadi pengguna potensial. Jika ditambahkan dengan guru-gurunya, jumlah tersebut akan naik sampai 53 juta,” sebut Investment Analyst Skystar Capital Gabriella Thohir, seperti yang dikutip dari siniar OBSESIF yang bertajuk Gabreilla Thohir: The Future of Technology in Education.
Saat ini, telah dikenal berbagai nama di sektor edutech seperti Ruangguru, Zenius, Pahamify, yang menyasar pasar pelajar SD hingga SMA. Gabriella menyebut, masih banyak ruang yang dapat dieksplor bagi pengembang edutech di ranah mahasiswa hingga pekerja profesional.
“Jangan lupa bahwa ada juga edutech yang fokus kepada mahasiswa ataupun pekerja profesional yang ada kebutuhan untuk training atau upskilling. Inilah yang menjadi edutech sektor yang sangat menarik untuk startup dan juga untuk investor,” terangnya.
Berbagai kursus berbasis videomaupun pelatihan secara daring yang menyasar sektor tersebut pun mulai diusung oleh perusahaan rintisan edutech di Indonesia. Dengan tujuan untuk memperkaya keterampilan esensial dan teknis (soft skills dan hard skills), mahasiswa dan kalangan profesional melirik produk-produk digital itu karena dianggap relatif lebih murah dan mudah untuk diakses; hanya dengan sentuhan jari.
Keterbatasan bagi berbagai perusahaan untuk mengadakan kegiatan training dan upskilling yang dulunya rutin diselenggarakan secara tatap muka juga menjadikan edutech sebagai menjadi alternatif yang menjanjikan.
Baca Juga: Sosok Perempuan Pendiri Startup Ini Buktikan Tidak Adanya Batasan dalam Berkarier
Potensi untuk pengembangan di masa mendatang
Di tahun 2002, sebuah situs daring bernama Moodle yang diciptakan oleh perusahaan yang berbasis di Australia lahir. Situs ini cukup populer di kalangan institusi pendidikan, tidak terkecuali bagi sekolah maupun universitas di Indonesia.
Sistem manajemen pembelajaran (learning management system) adalah produk yang ditawarkannya, memungkinkan siswa dan guru untuk berinteraksi dan berkolaborasi dalam sebuah lingkungan pembelajaran daring melalui alat-alat (e-learning tools) yang mereka sediakan.
Jika dibandingkan dengan produk yang ditawarkan edutech saat ini, seperti yang sedang populer: pembelajaran dengan metode live-learning, dapat terlihat evolusi yang cukup menarik. Metode ini memungkinkan siswa untuk mendapat pengalaman belajar yang menyerupai situasi tatap muka dengan adanya interaksi real-time untuk tanya jawab atau menanggapi pengajar.
Pendidikan daring yang tidak terbatasi oleh ruang pun memungkinkan pengajar untuk mengajar siswa dengan kapasitas yang mencapai angka ratusan sekalipun. Bukti-bukti inilah yang meyakinkan bahwa edutech memiliki potensi untuk mendapat pengembangan-pengembangan lanjutan (advanced) di kemudian hari.
Apabila kamu tertarik dengan bahasan seputar potensi edutech di Indonesia dari kacamata pemodal ventura, siniar OBSESIF telah merangkumnya dalam episode delapan, musim ketiga berjudul Gabriella Thohir: The Future of Technology in Education.
Selengkapnya, Gabriella Thohir selaku Investment Analyst di Skystar Capital berbicara mengenai tantangan bagi para pengembang edutech di Indonesia, peluangnya di pasar startup, hingga tips ekspansi bisnis di sektor ini. Klik ikon di bawah atau akses https://bit.ly/S3E8Obsesif_A untuk mendengarkan dan belajar bersama!