Meski demikian, Perry melihat bahwa ketidakpastian pasar keuangan global masih belum sepenuhnya mereda.
Adapun pemicu dari tingginya ketidakpastian ini adalah karena kekhawatiran akan pengetatan kebijakan moneter global yang diprediksi akan diimplementasikan lebih cepat, sejalan dengan kenaikan inflasi yang terus terjadi di sejumlah negara.
“Perkembangan tersebut akan mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan dapat menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, perbaikan ekonomi dalam negeri sendiri diproyeksi akan terus berlangsung secara bertahap.
Kinerja ekonomi triwulan III-2021 tercatat tumbuh positif 3,51 persen (yoy). Perkembangan tersebut ditopang oleh tingginya capaian kinerja ekspor dan kinerja positif Lapangan Usaha (LU) Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Pertambangan, serta kinerja ekonomi di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua, Kalimantan dan Sumatera.
Kinerja ekonomi domestik diprakirakan meningkat pada triwulan IV-2021, yang didukung oleh perbaikan kinerja ekspor, kenaikan belanja fiskal pemerintah, serta peningkatan konsumsi dan investasi.
“Hal ini tercermin dari kenaikan indicator hingga awal November 2021, seperti mobilitas masyarakat, penjualan eceran, ekspektasi konsumen, PMI Manufaktur, serta realisasi ekspor dan impor,” ucapnya.
Bank Indonesia memprediksi, ekonomi dalam negeri pada tahun 2022 akan meningkat lebih tinggi, yang didorong oleh peningkatan mobilitas masyarakat, sejalan dengan akselerasi vaksinasi covid19, pembukaan sektor-sektor ekonomi yang lebih luas, serta stimulus kebijakan yang terus berlanjut.
Baca Juga: Jaga Stabilitas, Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Level 3.50 persen