UU HPP merupakan suatu bekal untuk melanjutkan perjalanan Indonesia maju yang mengalami disrupsi akibat dari Covid-19.
Reformasi yang dilakukan pada masa pandemi ini diharapkan menjadi momentum yang tepat untuk mengantisipasi dampak ketidakpastian ekonomi global.
Selain itu juga diharapkan dapat menjadi instrumen multidimensional objektif yaitu fungsi penerimaan pajak yang bersamaan dengan pemberian insentif untuk mendukung dunia usaha pulih dan tidak menjadikan administrasinya sulit. Hal ini diungkapkan oleh Menkeu RI Sri Mulyani.
Ketua Komisi IX DPR RI, Dito Ganinduto dalam acara ini mengungkapkan bahwa UU HPP merupakan hasil kolaborasi semua pemangku kepentingan.
DPR RI melibatkan setidaknya 80 asosiasi, akademisi, organisasi pendidikan dan kesehatan, Himbara, dan lain–lain.
Baca Juga: Presiden Jokowi: Kunci Pemulihan Ekonomi Ialah Mengendalikan Covid-19
Setelah UU HPP disahkan, DPR RI berkomitmen terus mengawal reformasi yang dilakukan pemerintah dan bekerja sama dalam pelaksanaan dan pengawasan UU HPP sehingga tujuan pembentukan UU dapat tercapai.
Sementara itu Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo mengungkapkan bahwa karena perkembangan ekonomi pascapandemi dan keterbatasan kapasitas administrasi dan kebijakan maka pemerintah melalui DJP menyusun materi RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam hal ini telah berada pada program legislasi nasional (prolegnas) dan merupakan bagian dari tahapan reformasi kebijakan fiskal DJP. Tidak hanya berisi ketentuan formal namun juga ketentuan material seperti PPh, PPN, Cukai, Pajak Karbon, serta Program Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak.
Baca Juga: Jogja Berwakaf 2021, Ikhtiar Bersama Dalam Pengembangan Ekonomi Syariah