Memutuskan Menjadi Jurnalis
Setelah menempuh kuliah di Filsafat, Inu berkeinginan untuk mejadi dosen dan melanjutkan S2 di Eropa. Baginya, Eropa menjadi tempatnya para filsuf ternama. Tapi, seiring berjalannya waktu, ia ditawari menjadi jurnalis Rileks.com dan ia pun tertarik menjalaninya.
“Saya suka membaca dan menulis. Tulisannya dipublish, jadi bacaan orang dan bermanfaat. Nah, tulisan saya dibaca meskipun ecek-ecek, dulu bikinnya tafsir mimpi, olahraga, dan entertainment. Gua rasa suka jurnalis,” jelas Inu.
Baca Juga: Kepedulian Pembaca Kompas terhadap Kampung Literasi Susuk Melalui Donasi Buku #AkuBaca
Tapi ia merasa tak menyukai topik entertainment karena melelahkan. Banyak acara yang perlu diliput saat larut malam. Namun ia tetap merasa api untuk menjadi penulis hidup terus. Ia menyukai dunia tulis-menulis sedari SMA. Baginya, menulis adalah sebuah terapi. Namun setahun kemudian, Inu memutuskan hengkang dari Rileks.com dan memilih Kompas.
Menjadi wartawan Kompas, Inu perlu mengikuti serangkaian tes diantaranya: wawancara seleksi berkas, tes bahasa, psikotes, tes Focus Group Discussion (FGD). Namun saat tes kesehatan, ia merasa tidak akan lolos karena potensi darah tinggi.
Hasil tes menunjukan bahwa Inu memilik darah tinggi. Namun ia mencoba tes ulang klinik Kompas. Namun sebelum tes, ia melakukan hal yang dirasa konyol yakni meminum air rebusan seledri dengan harapan darah tingginya turun. Voila, darah tingginya turun dan ia diterima menjadi jurnalis Kompas, hingga saat ini ia menjabat menjadi pemimpin redaksi Kompas.com.
Meski telah melewati masa di mana ia bertransformasi dari keinginan menjadi pastor dan kemudian memutuskan menjadi wartawan, ia menjalani hal tersebut dengan sebuah keyakinan.
Baca Juga: Redefinisi Kecantikan melalui Kisah Inspiratif Perempuan dalam Podcast ‘Semua Bisa Cantik’