Ciri lainnya adalah bentuk telinga berdiri seperti huruf V terbalik dengan ujungnya membulat dan berwarna merah oranye.
Hidung kintamani berwarna hitam kecokelatan dan bibir cokelat kehitaman. Sifat umum lainnya adalah pemberani, tangkas, waspada, dan rasa curiga yang cukup tinggi.
Anjing kintamani juga dikenal sebagai penjaga andal, pengabdi yang baik kepada pemiliknya atau yang merawatnya. Selain itu, anjing ini suka menyerang anjing atau hewan lain yang memasuki wilayahnya dan juga menggaruk-garuk tanah sebagai tempat perlindungan.
Pergerakannya bebas, ringan, dan lentur. Ia akan membuat sarang di bawah tanah saat akan melahirkan anak-anaknya.
Baca Juga: Populasi Anjing Capai 74 Ribu Ekor, Bali Dicanangkan Segera Bebas Rabies
Pada penelitian yang dilakukan I Ketut Puja pada 2005 dijelaskan jika anjing kintamani tergolong anjing purba (ancient dog), yakni anjing lokal yang telah kehilangan ragam genetikanya sejak ribuan tahun silam.
I Ketut Puja adalah peneliti anjing kintamani dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar.
Diceritakan kintamani adalah hasil kawin silang chow-chow dengan anjing lokal. Kala itu sekitar tahun 1400, seorang pedagang asal Tiongkok pindah ke Bali sambil membawa serta anjing chow-chow miliknya.
Si pedagang ini pun menikahi salah satu anggota keluarga Raja Jaya Pangus dan menetap di kawasan sejuk Kintamani.
Seperti mengikuti jejak tuannya, anjing chow-chow ini pun melakukan kawin silang dengan jenis lokal sehingga muncul kuluk gembrong. Meski demikian, dalam penelitian lainnya terdapat temuan menarik karena secara genetika anjing kintamani memiliki kedekatan dengan dingo, anjing liar benua Australia.