Pekanbaru, Sonora.ID - Kasus stunting masih menjadi momok di Indonesia, yang mana tercatat Indonesia menempati urutan keempat untuk kasus stunting tertinggi di seluruh dunia.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Perwakilan BKKBN Riau, Dra. Mardalena Wati Yulia M.Si, yang melihat bahwa kasus stunting ini perlu mendapat perhatian khusus, termasuk di Provinsi Riau.
“Rata-rata kasus stunting di Indonesia mencapai 27%, sementara di Riau 23,7 %. Meski di bawah rata-rata nasional, tapi persentase ini masih di atas standar WHO yang 20%. Sehingga ini perlu mendapat perhatian serius, terlebih karena di 2024 bapak presiden kita menargetkan angka persentase ini turun menjadi 14%. Tentu ini PR yang harus semaksimal mungkin kita wujudkan,” jelasnya pada Jumat (10/12/2021).
Baca Juga: Perang Stunting! BKKBN dan KOSEINDO Kampanye Lintas Kota
Mardalena melihat bahwa kasus ini perlu segera ditangani, mengingat stunting berpengaruh terhadap kualitas manusia.
Tidak hanya berdampak pada fisik, tapi juga kognitif serta mental sang anak.
“Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan karena gizi kronis dalam waktu cukup lama. Stunting ini terlihat dari fisik anak yang pendek, meski yang pendek belum tentu stunting. Selain itu perkembangan otaknya juga terganggu, sehingga kesulitan dalam mengikuti pembelajaran dengan maksimal,” tambahnya
Ia juga menambahkan, stunting ini berpotensi menyebabkan pengangguran dan kemiskinan. Ini karena anak-anak stunting banyak yang akhirnya tidak tamat sekolah, lalu sulit mencari pekerjaan.
Baca Juga: BKKBN : Perempuan Hamil Usia Dibawah 20 Tahun Penyebab Stunting
Tidak hanya itu, anak yang stunting ketika dewasa juga rentan dengan berbagai penyakit misalkan jantung dan hipertensi.
Meski ditangani dengan serius oleh BKKBN, tapi Mardalena mengakui bahwa penanganan ini perlu mendapat kerjasama dari berbagai pihak.
Dukungan baik dari pemerintah maupun swasta tentunya akan mempercepat keberhasilan penurunan stunting di Indonesia, terkhusus Provinsi Riau.
“Saat ini kami sudah membentuk tim pendamping keluarga. Di Indonesia ada 200.000 tim, sementara di Riau ada 3558 tim pendamping keluarga dengan masing-masing tim terdiri dari 3 orang, yakni kader pkk, kader KB, dan bidan/tenaga medis,” ujarnya.
Baca Juga: Kembali Serahkan Bantuan Kursi Roda dan PMT, TP PKK Denpasar Ingatkan Prokes, dan Cegah Stunting
Tim pendamping keluarga yang disebar di seluruh kelurahan/desa di Provinsi Riau ini berasal dari warga setempat yang kemudian akan melakukan pendekatan dan pendampingan kepada keluarga yang berpotensi mengalami stunting.
“Mengingat stunting pada anak tidak bisa diobati, melainkan dicegah, jadi kita akan mencegah dari hulunya. Pasangan subur yang 3 bulan lagi akan menikah akan didampingi dan diberikan sosialisasi pra nikah, sampai ke 1000 hari pertama kehidupan anak,” tambahnya.
Tim pendampingan yang hampir selesai dalam tahap orientasi, diharapkan dapat segera terjun untuk membantu mendampingi keluarga-keluarga berpotensi stunting.
Mardalena berharap, langkah ini bisa membantu menurunkan angka stunting dan mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045.
Baca Juga: Program Gerakan Wanita Tanam Sayuran Percepatan Penanganan Stunting di Palembang