Dosen ISI Surakarta sekaligus praktisi gamelan Suraji, menyambut gembira penetapan WBTb oleh Unesco. Ia menyebut, setelah penetapan ini akan ada rencana aksi, untuk dapat membumikan dan memopulerkan gamelan di kalangan anak muda.
Ia menyebut, gamelan bukan hanya seperangkat alat musik berupa saron, gong dan bonang, kendang, rebab dan sitar. Di dalamnya, terdapat nilai filosofi dan historis yang panjang.
Menurutnya, informasi tentang gamelan terukir pada relief Candi Borobudur.
Suraji mengatakan, penetapan gamelan sebagai WBTb oleh Unesco, tidak terbatas hanya gamelan Jawa saja. Namun, alat musik ini telah menyebar ke seantero negeri, mulai dari Bali, Sumatera dan Kalimantan.
"Yang ditetapkan bukan sekedar gamelan Jawa tapi Gamelan Indonesi," ucap dosen jurusan karawitan itu.
Dirinya menyebut, gamelan bukan hanya dimainkan orang Indonesia. Seperangkat alat musik itu sudah dimainkan di Australia, Jepang, hingga benua Afrika.
Bahkan, pada saat pandemi banyak mahasiswa dari Jepang yang belajar gamelan, meski lewat daring.
"Kami sudah merancang rencana aksi setelah penetapan Unesco. Di antaranya, kami akan membuat buku tentang gamelan. Selain itu, kami akan membuat Pusat Studi Gamelan dan museum. Di mana masyarakat bisa belajar tentang itu," imbuhnya.
Selain Pusat Studi Gamelan, pihaknya juga akan membuat semacam workshop pembuatan alat-alat gamelan. Ini karena, di masa pandemi Covid-19, banyak di antara perajin gamelan yang tidak lagi berproduksi.
Itu karena, mahalnya bahan baku dan pemesanan yang jarang, imbas dari tidak adanya pertunjukan offline dalam selama pandemi.
"Gamelan bukan sekedar alat musik, tetapi mencakup juga filosofi yang lebih dalam. Ada kebersamaan kegotongroyongan. Banyak sekali yang bisa diterjemahkan dalam konsep gamelan," pungkas Suraji.