Ia mengakui jika posisi Kota Banjarmasin yang rendah dan berbatasan langsung dengan Sungai Barito yang bermuara di Laut Jawa, sehingga rentan terjadi banjir rob ketika puncak air pasang. Namun menurutnya tetap perlu ada langkah antisipasi dari pihak berwenang agar tidak terus terulang.
“Kita mengakui jika kondisi banjir rob tiap tahun tidak pernah sama, bahkan kadang ada yang parah,” jelasnya lagi.
Aida menuturkan, seperti halnya yang terjadi di rumah orangtuanya di kawasan Keramat, Kecamatan Banjarmasin Timur, yang hampir tiap kali puncak pasang, air selalu masuk ke dalam rumah. Terlebih rumah tersebut berada dekat dengan Sungai Martapura.
“Pemerintah perlu memikirkan solusi jangka panjang, salah satunya ya dengan menertibkan bangunan-bangunan yang tidak sesuai RTRW dan lebih selektif lagi dalam menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Selain itu, membangun hutan kota di titik-titik tertentu agar ada resapan air untuk menekan risiko banjir,” pungkasnya.
Banjir rob yang terjadi di Kota Banjarmasin tahun ini diakui tergolong parah. Terutama yang terjadi pada awal bulan ini, yang merendam kawasan permukiman di wilayah Kecamatan Banjarmasin Barat, Utara dan Selatan, dengan ketinggian 2,4-2,6 meter.
“Udah 25 tahun hidup di Banjarmasin, baru kali ini airnya masuk ke dalam rumah bahkan sampai ke dalam kamar,” tutur Aulia Aliffah, warga Jalan Sutoyo.S, Banjarmasin Barat yang rumahnya terendam saat banjir rob lalu.
Baca Juga: Momen Pergantian Tahun, Disbudpar Banjarmasin Tak Menutup Siring