Sonora.ID - Pandangan umum yang beredar saat Pandemi Covid-19 selama dua tahun belakangan ini adalah kemungkinan besarnya kita akan menjadi seorang yang tidak produktif.
Ini dikarenakan pembatasan sosial yang membuatmu harus terus berada di rumah sepanjang hari akan memicu rasa kantuk dan bosan lebih dari biasanya.
Asumsi ini tidak jarang memunculkan pendapat lain yang kurang lebihnya mendorongmu untuk tidak terus bertahan pada rasa bosan dan malas dalam bekerja karena itu akan menghambat kesuksesanmu.
"Apapun yang terjadi, jangan sampai pandemi membuatmu tidak sukses," merupakan kesimpulan yang bisa kamu dengar.
Meskipun pada awalnya ini terdengar baik, tidak dapat dipungkiri pula kalau motivasi ini memunculkan anomali, yakni dorongan untuk terus produktif di tengah pandemi dan akhirnya berujung pada budaya 'hustling'.
Padahal di satu sisi, mengakui bahwa dirimu sedang merasa bosan itu merupakan hal yang wajar.
Dilansir dari Taylor's Univesity, terdapat 3 penjelasan dasar mengapa budaya hustling ini menjadi sangat tidak baik untuk kesehatan.
1. Menyimpulkan kerja keras sebagai sukses
Banyak pendapat dari para motivator terkenal kalau kunci dari kesuksesan adalah kerja keras.
Padahal kerja keras belum tentu sama dengan kesuksesan.
Ada banyak faktor yang turut terlibat dalam kesuksesan seseorang, tidak hanya seberapa keras kamu bekerja setiap hari.
Tidak peduli seberapa keras kamu bekerja, kamu akan sulit mencapai kesuksesan karena faktor lingkungan kerja.
Dalam sehari, bisa saja kamu bekerja keras untuk hal, cara, atau bahkan waktu yang salah.
Ini tidak hanya berbahaya bagi kesehatanmu sebagai sumber kelelahan dan stres, kamu juga akan menciptakan pola pikir tidak sehat secara otomatis.
Namun hal ini tidak menyalahkan untuk tidak bekerja keras.
Yang salah adalah ketika kamu melihat kerja keras sebagai satu-satunya faktor sukses.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Bikin Bosan Tapi 5 Zodiak Ini Terus Produktif, Siapa Aja Mereka?
2. Mendorong pola pikir kuantitas dibandingkan kualitas
Budaya hustling mendorong kamu untuk mencipakan ketidakseimbangan dalam hidup, dimana pekerjaan menjadi hidup dan hal-hal lain selain pekerjaan menjadi tidak terarah atau tidak bermakna.
Padahal ketika kamu meluangkan waktu untuk berdiam diri tidak melakukan apa-apa juga bisa bermanfaat.
Ketika kamu berorientasi hidup untuk bekerja, maka kemungkinan besarnya kamu akan terus memprioritaskan kuantitas atau berapa banyak hal yang bisa kamu lakukan ketimbang memperhatikan kualitas pekerjaan yang dilakukan.
3. Menyebabkan mental dan physical breakdown
Baik secara mental atau fisik, budaya hustling akan membebani tubuhmu.
Dengan tekanan untuk terus hustling, kamu seringkali membuat kebiasaan yang tidak sehat untuk bisa bekerja.
Kamu mungkin mengonsumsi kafein di tengah malam untuk menyelesaikan tugas, bergabung dengan sesi belajar larut malam, kurang tidur, melewatkan makan, dan hal lain yang dibutuhkan tubuhmu untuk berfungsi optimal.
Kamu akan kehilangan minat pada hobi yang membuatmu senang dan nyaman, tidak punya waktu untuk merawat diri, dan tidak punya waktu untuk bersosialisasi.
Baca Juga: 4 Arti Penting dari Survival Parenting: Terapkan Ini Selama Pandemi