Sonora.ID – Jual Foto KTP sebagai NFT menjadi viral setelah viralnya seorang anak sekolah bernama Ghozali yang meraup miliaran rupiah setelah menjual foto selfienya.
Hal tersebut tidak hanya mengundang rasa penasaran masyarakat Indonesia, tapi juga membuat jajaran pemerintah mengambil tindakan.
Diketahui NFT sendiri dapat menjual karya seni menjadi bentuk digital dan bisa diperdagangankan di blochain.
Memilki kepanjangan Non-Funggible Token, NFT juga meraup penjualan yang cukup tinggi, hingga mencapai 152 triliun rupiah.
NFT biasanya digunakan untuk membeli dan menjual karya seni digital dan dapat berbentuk GIF, tweet, kartu perdagangan virtual, gambar objek fisik,, real estat virtual, dan banyak lagi.
Baca Juga: Mengenal Non-Fungible Token (NFT), Investasi Digital yang Ramai Diperbincangkan
Jadi tak heran bila banyak orang ingin terjun dalam jual-beli NFT seperti yang dilakukan seorang berniat menjaul foto KTP sebagai NFT.
Namun, hal tersebut memang tidak dibenarkan dari segimanapun. Sebab, foto KTP atau identitas resmi masyarakat Indonesia bisa digunakan secara bebas oleh orang lain.
Hal tersebut juga membuat Direktur Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh berkomentar.
Mengutip penyataan dari Zudan kepada Kompas.com, “ketidakpaahaman masyarakat terhadap pentingnya melindungi data diri dan pribadi menjadi isu penting yang harus disikapi bersama-sama oleh semua pihak”.
Hal yang dikhawatirkan bila adanya kejahatan yang bisa saja terjadi kepada pemilik identitas dan bisa menelan korban dari kasus penipuan yang tidak bertanggungjawb.
Apalagi jual-beli NFT tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Indonesia, tapi juga dapat dilakukan oleh semua orang dari berbagai negara yang bisa saja membuka kesempatan banyak orang untuk melakukan tindakan kejahatan.
"Karena data kependudukan dapat dijual kembali di pasar underground atau digunakan dalam transaksi ekonomi online seperti pinjaman online," ujar Zudan dalam keterangannya, Senin (17/1/2022) kepada Kompas.com.
Zudan mengingatkan pihak-pihak yang mendistribusikan dokumen kependudukan di media online tanpa hak, terancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
"Hal ini diamanatkan dalam Pasal 96 dan Pasal 96A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan,” imbuhnya.
Baca Juga: Mau Kaya Mendadak Kaya Ghozali? Begini Cara Jual Produk NFT di OpenSea!