Sonora.ID - Pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menargetkan penurunan stunting hingga 10,4% pada tahun 2024.
Saat ini prevalensi gizi anak di Indonesia masih 24,4%, yang berarti satu dari empat anak di Indonesia mengalami stunting, atau kekurangan gizi di 1000 hari pertama kehidupan. Diharapkan pada tahun 2024, angka 24,4% tersebut dapat turun menjadi 14%.
Untuk mencapai target penurunan stunting di tahun 2024, BKKBN saat ini menginisiasi Rencana Aksi Nasional, Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI). Program darurat tersebut di-inisiasi atas dasar, masih tingginya angka stunting di Indonesia.
"BKKBN mengemban amanah dari perpres itu (PERPRES No. 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting), maka kemudian BKKBN menterjemahkan dalam bentuk Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang kita beri nama RAN PASTI," ujar Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam paparannya di acara webinar 'Bersama Cegah Stunting, Wujudkan Generasi Sehat di Masa Depan', yang diselenggarakan oleh Harian Kompas, Rabu (26/1/2022).
Dari data yang ada, dalam kurun waktu satu tahun, kurang lebih lima juta bayi lahir di Indonesia, maka di tahun 2024 mendatang, diperkirakan 12,5 juta bayi akan lahir di Indonesia.
Sementara itu pertahunnya, sekitar 2 juta pernikahan terjadi di Indonesia, dan 1,6 juta diantaranya mengalami kehamilan dan melahirkan.
Dari 1,6 juta kehamilan tersebut, sekitar 430.000 bayi yang lahir berpotensi mengalami stunting. Melihat hal ini, BKKBN berupaya untuk mengantisipasinya, agar tidak ada lagi anak-anak yang mengalami stunting.
"Ini penting sekali, dari dua juta yang nikah tiap tahun, yang hamil dan melahirkan itu 1,6 juta. Dari 1,6 juta yang melahirkan dari yang baru saja nikah, yang setiap tahun 2 juta itu, yang jadi stunting kurang lebih 430.000," ungkap Hasto, Rabu (26/1/2022).
Untuk langkah antisipasi, BKKBN bersama dengan Kementerian Agama RI, dan Kementerian Kesehatan RI, akan segera mewajibkan pemeriksaan kesehatan terhadap calon pengantin sehingga nantinya, calon pengantin tidak hanya diwajibkan untuk konsultasi saja saat mendaftar ke KUA, namun mereka juga diwajibkan menjalani pemeriksaan kesehatan. Diharapkan dengan adanya hal tersebut, angka stunting dapat dipangkas.
Baca Juga: Hasto Wardoyo : Masalah Stunting Perlu Penanganan Serius
"Jadi tiga bulan sebelum nikah, ini harus diperiksa, jangan hanya dikonseling saja. Selama ini kan hanya di konseling-konseling saja. Diperiksa dong, yang lingkar lengan atasnya berapa, masuk 23,5 ga? Tinggi badannya berapa," ujar Hasto, Rabu (26/1/2022).
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan terhadap calon pengantin nantinya adalah; lingkar lengan atas, tinggi badan, berat badan, indeks masa tubuh, dan tingkat hemoglobin.
Sementara itu Kementerian Kesehatan RI, dalam perannya mempercepat penurunan stunting, akan melakukan intervensi spesifik di masyarakat, dengan menerapkan strategi penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
Para tenaga kesehatan akan mendapatkan edukasi, untuk memperkuat pemahaman dalam mencegah stunting.
Sehingga dalam bertugas, para tenaga kesehatan dapat lebih memahami stunting, dan dapat mengerti serta melakukan tindakan yang tepat, guna mencegah stunting di masyarakat.
"Strateginya adalah, pelaksanaan intervensi spesifik tersebut kita lakukan dengan penguatan kapasitas dari SDM-nya. Jadi tenaga kesehatan kita perkuat pemahamannya, sehingga ketika melakukan atau menemukan hal-hal di lapangan, juga bisa melakukan tindak lanjut dengan tepat," ujar Dhian P. Dipo dalam acara webinar yang sama, Rabu (26/1/2022).
Tidak hanya tenaga kesehatan, elemen masyarakat lainnya juga akan mendapatkan edukasi tersebut, seperti para tokoh masyarkat, akademisi, guru, dan perangkat desa.
Baca Juga: Luncurkan Beras Kesehatan, Gubernur Anies Baswedan Targetkan Nol Persen Stunting