Ia pun menegaskan, bahwa keputusan penerapan tariff adjustment tetap berada di pemerintah, sedangkan PLN sebagai operator akan menjalankan sesuai penugasan.
"Keputusan (naik atau tidaknya tarif listrik) tidak ada di tangan kami, karena yang memutuskan pemerintah," ucap Darmawan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana mengungkapkan, mekanisme tariff adjustment atau penyesuaian tarif berpotensi masih akan ditahan untuk 6 bulan pertama tahun ini.
"Kami sudah sepakat bahwa 2022 diterapkan maksimum 6 bulan, artinya setelah itu tidak (ditahan). Tapi tidak dijelaskan kapan mulai berlakunya dan harus kondisional," ungkap Rida dalam Konferensi Pers Kinerja 2021, Selasa (18/1).
Dia menambahkan, meskipun penyesuaian tarif disepakati dilakukan maksimum 6 bulan atau berpotensi akan diberlakukan pada semester II -022, namun pemerintah masih memantau dampak dari pandemi Covid-19.
Jika nantinya daya beli masyarakat sudah membaik serta daya saing industri sudah kompetitif, maka pemerintah akan segera melakukan penyesuaian tarif listrik tersebut.
Rida menilai, jika situasi ekonomi sudah membaik maka penyesuaian tarif memang perlu dilakukan agar tidak kian membebani APBN.
Dalam catatan Kementerian ESDM, APBN harus menanggung beban sekurang-kurangnya Rp 20 triliun per tahun untuk menutup selisih dari tarif yang ditahan sejak 2017 ini.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo memberikan penjelasan soal adanya rencana kenaikan tarif listrik bagi pelanggan nonsubsidi di tahun ini. Ia bilang, pada dasarnya tariff adjustment (tarif penyesuaian) sudah ditahan sejak 2017.
Baca Juga: Guna Antisipasi Penyebaran Varian Omicron, Berikut Kebijakan Ketat PLN
Itu artinya, tak ada penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan nonsubsidi dalam 5 tahun terakhir. Namun, bila mencuat rencana penyesuaian tarif dilakukan mulai tahun ini, maka keputusan tersebut ada di pemerintah.