Sebelumnya, Indonesia sudah mencoba pembelajaran e-learning atau daring sebagai pengganti kegiatan tatap muka.
Baca Juga: 5 Pekerjaan Impian di Dunia Metaverse, Patut Dicoba Para Generasi Z
"Meski kuat secara teoritis, metode e-learning memiliki kekurangan seperti minim practical skills. Solusinya adalah mengubah metode pembelajaran pasif baik luring maupun daring yang kebanyakan masih dilakukan dengan tingkat efektivitas rendah, seperti mendengarkan pengajar yang memiliki efektivitas 5 persen, membaca materi sebesar 10 persen, dan audio visual sebesar 20 persen. Jika dilihat metode pembelajaran dari zaman dulu hingga sekarang masih sama, semua sudah berubah teknologi dan lainnya tapi metode belajar mengajar masih sama, kita bisa mengakses segala informasi di internet sekarang. Ini yang perlu dilakukan transformasi," ucap Ketua HIPMI Digital Academy itu.
Ia turut memberikan pandangannya terhadap teknologi edukasi digital dari sudut pandang investor. Menurutnya, meski banyak negara lain yang telah lebih unggul di bidang metaverse, Indonesia berpotensi besar dalam mengejar ketertinggalannya.
"Saat ini kita bisa lihat banyak perusahaan besar berskala global sudah memasuki dunia metaverse dengan kualitas yang baik, karena kebanyakan perusahaan besar telah memiliki engineering yang mumpuni sejak lama, baik desain pabrik, desain fasilitas, termasuk infrastruktur fasilitas. Optimis Indonesia akan mampu mengejar dan sejajar dengan negara yang kuat dari segi digital. Kekuatan Indonesia itu banyak orang yang kreatif, terutama yang bisa menciptakan software di bidang metaverse," tutup Anthony.