Jakarta, Sonora.ID - Metaverse terus menjadi pembicaraan hangat belakangan ini. Metaverse adalah realitas digital yang menggabungkan aspek media sosial, game online, Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), dan Cryptocurrency untuk memungkinkan pengguna berinteraksi secara virtual.
Adanya Metaverse ini memungkinkan kita untuk melakukan hal-hal seperti pergi ke konser virtual, melakukan perjalanan daring, membuat atau melihat karya seni dan mencoba pakaian digital untuk dibeli.
Atensi masyarakat luas akan Metaverse dimulai saat rumor mulai beredar pada pertengahan Oktober 2021 tentang rebranding Facebook.
CEO Facebook Mark Zuckerberg mengumumkan pergantian nama dari Facebook menjadi Meta dan berfokus untuk menciptakan dunia virtual yang menggabungkan teknologi Virtual Reality dan Augmented Reality melalui Metaverse.
Baca Juga: Pakar IT Sebut Makassar Butuh Persiapan Matang Terapkan Metaverse
Sementara itu, Microsoft sebagai raksasa perangkat lunak juga sudah menggunakan hologram dan sedang mengembangkan aplikasi mixed and Extended Reality (ER) dengan platform Microsoft Mesh yang nantinya akan menggabungkan dunia nyata dengan Augmented Reality dan Virtual Reality.
Pakar Digital, Anthony Leong, dalam rilis yang Sonora terima, menilai Metaverse mempunyai peluang besar di Indonesia karena dapat diterapkan di berbagai bidang seperti pariwisata Indonesia, pendidikan, sosial, perdagangan, dan banyak bidang lainnya.
Ditambah jumlah penduduk Indonesia yang besar juga dapat memperkuat potensi Metaverse di Indonesia, jika sekitar 30 persen saja penduduk Indonesia aktif di Metaverse dapat dibayangkan perputaran ekonomi digital disana pasti akan luar biasa.
"Pemerintah juga memberi signal positif terhadap perkembangan teknologi seperti ini, seperti perkembangan telekomunikasi 4G menuju ke 5G dan juga industri keuangan Indonesia yang telah menerapkan digitalisasi keuangan. Dalam menyambut teknologi Metaverse ini, peran pemerintah dibutuhkan untuk membenahi keamanan siber, mempersiapkan regulasi yang berkaitan juga infrastruktur yang mendukung teknologi virtual reality dan augmented reality serta mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni," ujar Anthony.
Menurut CEO Menara Digital (perusahaan konsultan digital marketing secara realtime-red), salah satu tantangan yang ada di industri saat ini adalah terutama di fase on-boarding dan learning and development (L&D) terutama di masa pandemi.
Sebelumnya, Indonesia sudah mencoba pembelajaran e-learning atau daring sebagai pengganti kegiatan tatap muka.
Baca Juga: 5 Pekerjaan Impian di Dunia Metaverse, Patut Dicoba Para Generasi Z
"Meski kuat secara teoritis, metode e-learning memiliki kekurangan seperti minim practical skills. Solusinya adalah mengubah metode pembelajaran pasif baik luring maupun daring yang kebanyakan masih dilakukan dengan tingkat efektivitas rendah, seperti mendengarkan pengajar yang memiliki efektivitas 5 persen, membaca materi sebesar 10 persen, dan audio visual sebesar 20 persen. Jika dilihat metode pembelajaran dari zaman dulu hingga sekarang masih sama, semua sudah berubah teknologi dan lainnya tapi metode belajar mengajar masih sama, kita bisa mengakses segala informasi di internet sekarang. Ini yang perlu dilakukan transformasi," ucap Ketua HIPMI Digital Academy itu.
Ia turut memberikan pandangannya terhadap teknologi edukasi digital dari sudut pandang investor. Menurutnya, meski banyak negara lain yang telah lebih unggul di bidang metaverse, Indonesia berpotensi besar dalam mengejar ketertinggalannya.
"Saat ini kita bisa lihat banyak perusahaan besar berskala global sudah memasuki dunia metaverse dengan kualitas yang baik, karena kebanyakan perusahaan besar telah memiliki engineering yang mumpuni sejak lama, baik desain pabrik, desain fasilitas, termasuk infrastruktur fasilitas. Optimis Indonesia akan mampu mengejar dan sejajar dengan negara yang kuat dari segi digital. Kekuatan Indonesia itu banyak orang yang kreatif, terutama yang bisa menciptakan software di bidang metaverse," tutup Anthony.