Sonora.ID – Belum lama ini klitih Jogja menjadi banyak pembicaran masyarakat Indonesia.
Hal itu dikarenakan adanya klitih yang menewaskan seorang siswa sekolah menengah atas di Jogja, Dafa Adzdin Albasith (18) pada Minggu (3/4/2022) dini hari lalu.
Mengutip dari Kompas.com, kejadian tersebut terjadi di area jalan Gedongkuning, Yogyakarta, dimana pelaku melakukan aksi klitih dengan menghantam korban dengan gir motor.
Diketahui, setelah korban mendapat serangan dari pelaku ia ditolong oleh pihak kepolisian Direktorat Sabhara Polda DIY yang sedang bertugas, kemudia dibawa ke rumah sakit.
Sayangnya, nyawa dari Dafa ini tidak terselematkan karena luka berat pada bagian kepalanya.
Mengetahui adanya kasus tersebut, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB X) meminta pelaku penyerangan Dafa Adzin Albasith siswa SMA Muhammadiyah 2 untuk diproses secara hukum.
Menurutnya, kejadian yang menimpa Dafa sudah berlebihan dan harus mendapatkan tindakan secara hukum.
Tak disangka kasus tersebut hingga kini juga masih banyak dibicarakan. Sebab, tak hanya terjadi satu atau kali.
Aksi klitih Jogja ini sudah ada sejak lama dan masih saja eksis dikalangan anak sekolahan.
Baca Juga: MERINDING! 5 Kasus Pembunuhan Berantai di Indonesia yang Ramai pada Masanya, Ted Bundy Versi Lokal?
Dari sekian kasus, ternyata ada fakta yang jarang diketahui orang mengenai klitih Jogja. Mulai dari asal muasal hingga kaitannya dengan anak sekolahan.
Arti Sebutan Klitih
Mengutip dari Harian Kompas, dalam Kamus Bahasa Jawa SA Mangunsuwito, kata klithih tidak berdiri tunggal, tetapi merupakan kata ulang, yaitu klithah-klithih.
Kata itu dimaknai sebagai berjalan bolak-balik agak kebingungan. Sama sekali tidak ada unsur kegiatan negatif di sana.
Namun, kini klithah-klithih merujuk pada tindakan negatif atau dipakai untuk menunjuk aksi kekerasan dan kriminalitas.
Bahkan kata itu juga dipakai sebagian yakni menjadi klitih. Lebih parahnya lagi, klitih kini dijadikan suatu aksi kekerasan oleh remaja di Yogyakarta.
Bahkan beberapa kasus kriminalitas yang merujuk pada klitih, pelakunya masih berusia remaja atau masih berstatus pelajar/siswa sekolah.
Berawal dari Geng Sekolah
Diketahui, bila klitih ini merujuk pada kekerasan yang dilakukan oleh geng sekolah atau kelangan remaja yang ada di Yogyakarta.
Bukan kabar yang baru, aksi ini pernah muncul di tahun 1990-an.
Tepatnya, di 7 Juli 1993 Kepolisian Wilayah (Polwil) DIY mulai memetakan keberadaan geng remaja di Yogyakarta dan benar di tahun 2000-an, tawuran antar pelajar mulai marak.
Dari kejadian tersebut membuat was-was Wali Kota kala itu dijabat Herry Zudianto. Tak tinggal diam, wali kota kala itu memberikan instruksi kepada sekolah-sekolah jika ada pelajar Yogyakarta yang terlibat tawuran akan dikembalikan kepada orangtuanya atau dikeluarkan.
Ternyata, instruksi itu sempat dinilai ampuh untuk menangkal munculnya geng remaja dan membuat beberapa geng pelajar ketika itu kesulitan mencari musuh.
Daerah Rawan Klitih
Di tahun 2020 lalu sempat viral nama-nama daerah yang disebutkan rawan akan klitih Jogja.
Berawal dari cuitan di media sosial Twitter, akun @Azharceria10, Azhar Nurrahmat mengaku daftar atau list yang dibagikannya di Twitter tersebut didapatkannya dari pengalaman pribadi dan teman-temannya.
Dimana daerah tersebut ialah Jalan Kaliurang, Jalan Kabupaten, Maguwoharjo, daerah XT Square, Selokan Mataram, Seputaran Ringroad hingga Daerah Condong Catur.
Namun, setelah dikonfirmasi kembali kepada pihak kepolisian kabar tersebut adalah tidak benar.
Kasubag Humas Polres Sleman Iptu Edy Widaryanto menjelaskan informasi adanya daftar daerah-daerah yang rawan klitih di media sosial itu adalah tidak benar alias hoaks.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Fakta Seputar "Klitih" di Yogya, Benarkah Ada Daftar Daerah Rawan dan Kaitan Geng Sekolah?".